Wednesday 24 January 2018

Lintang

Aku, Lintang Kusumadewi, terlahir dari keluarga berkecukupan, ayahku dosen di beberapa universitas ternama di Bandung dan ibuku adalah seorang mantan pegawai bank swasta di Yogyakarta. Jarak tidak bisa dijadikan alasan kedua insan tidak bisa berjodoh. Meskipun ibuku lahir dan besar di Yogyakarta, dan ayahku lahir di Bandung kemudian saat kuliah merantau ke Yogyakarta karena ingin mandiri, setelah itu kembali ke kota asal, tidak bisa dipungkiri takdir telah mempertemukan mereka.

Terlahir menjadi anak pertama dari 3 bersaudara membuatku tertekan,, ya tertekan untuk menjadi pribadi yang bisa memberikan contoh yang baik untuk kedua adikku. Dituntut harus mandiri dan dewasa. Tentunya, itu membutuhkan proses yang cukup panjang.
Menurutku, gagal adalah suatu hal yang lumrah untuk menuju kesuksesan.  Aku sudah mencoba ke perguruan tinggi negeri namun Allah tidak mengizinkannya. Yaa aku gagal diterima di kampus bergengsi di Bandung.Kemudian ayahku menyarankan untuk kuliah di Universitas swasta di Jakarta, mengapa di Jakarta? tidak di Bandung saja? Orang tuaku ingin aku merantau meskipun dalam hatiku belum siap untuk jauh dari keluarga, tapi ku tekadkan niat demi menjadi mandiri dan dewasa. Aku tidak mau terus – menerus menjadi anak yang selalu bergantung sama orang tua. Keluar dari zona nyaman adalah satu – satunya cara untuk melatih mentalku agar menjadi kuat.

Akhirnya, aku jadi masuk Universitas swasta di Jakarta dengan mengambil S-1 jurusan Teknik Kardiovaskuler. Gaya hidup disana memang serba mahal, dan pergaulan juga benar – benar harus dijaga. Untungnya, aku bisa memilih teman mana kira – kira teman yang memberikan dampak positif atau negatif dan semua aman – aman saja.  Aku juga mempunyai pacar bernama Krisna tapi berbeda kampus. Pertemuan antara aku dengannya terjadi ketika kami mulai satu tempat kursus Bahasa Inggris di daerah sekitar kampusku.

***

Mempunyai seorang sahabat yang bisa mengerti diriku adalah suatu anugrah yang patut ku syukuri. Namanya Wina… Pertama kali ku mengenalnya saat masuk kuliah hingga sekarang sudah semester 4 kami masih bersama. Sebenarnya bukan hanya Wina sahabatku tapi ada juga Rosy dan Bahri. Mereka jarang bertemu denganku karena ada beberapa mata kuliah yang jam kuliahnya berbeda, namun ketika libur kami menyempatkan waktu untuk hangeout ke café murah di sekitar Jakarta walaupun sebentar.

Selama kuliah aku dan sahabat – sahabatku mempunyai kebiasaan buruk yaitu mencontek satu sama lain ketika ujian. Dalam satu ruangan, kami duduk berdekatan, sehingga jika aku memberikan contekan kepada Wina, dia langsung menyampaikan juga ke Rosy dan Bahri. Kami sungguh tahu bahwa mencontek adalah perbuatan tercela, tapi jika tidak begitu, maka kami dianggap tidak kompak. Terus terang, bukan aku menyombongkan diri, aku memang unggul diakademik, indeks prestasiku selalu meningkat tiap semester dan tidak pernah dibawah 3,50. Ditambah lagi aku orangnya tidak enakan sama teman, apalagi jika mereka adalah sahabatku sendiri.

Ketika memasuki semester 5, ada yang mengganjal dihatiku. Aku tidak bisa terus menerus memberikan contekan kepada sahabatku… itu bukan suatu pertolongan melainkan merugikan diri mereka sendiri. Nantinya mereka akan terus malas belajar, dan selalu mengandalkan orang lain. Sempat terbesit dalam pikiranku, nanti ujian naik semester 5 aku akan mengingatkan mereka untuk belajar rajin, dan akhirnya aku melakukan itu. Mereka hanya mengiyakan saja, aku harap mereka benar – benar serius belajar.

Saat ujian, ternyata mereka masih saja meminta contekan kepadaku, namun aku bersikeras untuk tidak menengok kanan kiri, tatapanku hanya lurus ke kertas ujian. Disamping itu, pengawas juga lagi konsentrasi melihat ruangan sekitar. Sungguh, aku mendengar Rosy sudah beberapa kali memanggilku namun tak ku gubris. Alhasil, Wina dan Bahri juga ikut kebingungan saat itu. Pada saat keluar ruangan, mereka bertiga langsung menegur diriku, sudah tidak heran aku pasti akan mengahadapi situasi seperti ini. Rosy bilang, kenapa aku tidak mau memberikan jawaban, dan aku minta maaf dan menjelaskan ini semua untuk kebaikan mereka dan aku tidak mau terus - menerus tolong – menolong dalam kecurangan. Aku juga bilang bahwa bersedia membantu mereka jika mengalami kesulitan dalam pembelajaran mata kuliah.


Saat itu juga, mereka langsung berubah sikap. Esok harinya, mereka mengacuhkanku, bahkan aku berusaha mendekati tetapi mereka pergi. Sikap mereka yang sungguh tidak mengenakkan itu berlangsung cukup lama.

To be continued ......

Friday 12 January 2018

Seperti Inilah Akhirnya

Aku pikir ketika naik bangku kelas 12 sudah tidak ada lagi yang menyukaiku seperti kelas 10 dan 11. Ternyata masih ada .. walaupun sudah berkurang. Positifnya, aku jadi tidak pusing karena harus meladeni pesan sms yang banyak sekali itu. Maklum, dulu masih jadi abg yang penasaran dengan sifat – sifat teman lawan jenis.  

***

Berawal dari classmeeting lagi kenaikan kelas 12. Yaa memang setiap tahun, sekolah kami selalu mengadakan acara itu. Langsung saja. Tiba – tiba seseorang bertubuh kurus, tinggi nya sekitar 173 cm, hitam manis dan bermata sipit datang menghampiriku dan meminta nomor handphoneku. Sebetulnya aku tahu dia anak 12 Ipa 6, namun aku tidak pernah berinteraksi dengannya. Aku bertanya untuk apa dia meminta nomorku. Dia bilang untuk temannya, sambil menunjuk kearah temannya disampingnya. Tidak bisa dipungkiri, temannya itu memang tampan sekali, badannya berisi, putih bersih dan orangnya pendiam. Aku tidak percaya kalo dia yang meminta nomorku, tapi dari tingkah lakunya dia salah tingkah sambil melirikku sedikit – sedikit. Jujur, aku gak ada perasaan apa – apa sama dia, sebut saja Dirga. Dia memang tampan, rajin ke masjid, dan sepertinya anak baik – baik. Gak ada salahnya aku kenal sama dia, untuk memperbanyak teman. Dirga siswa 12 Ipa 3, ya kelasnya dekat dengan kelasku 12 Ipa 4 namun terhalang oleh toilet. Kami akhirnya berinteraksi via sms, ehh bener gak lama Dirga menyatakan rasa Sukanya kepadaku dan pake Bahasa Inggris ngomongnya haha. Sungguh agak canggung. Tapi ya tetap sama aku menolaknya baik – baik dan dia mengerti. Di sekolah Dirga tetap menyapaku walau dia itu anak yang cukup pendiam rasanya agak aneh lihat dia menyapa perempuan.

***

Saat itu, aku masih menaruh hati pada Firman. Ya kami masih berinteraksi namun tidak sesering kelas 11.
Tidak banyak yang dekat denganku saat kelas 12. Pernah ada laki – laki yang mendekatiku, dia kelas 12 Ips 4 namanya Wawan. Hanya sebatas smsan saja, tidak terlalu sering. Namun aku kaget ternyata dia sudah mempunyai pacar, dan pacarnya adalah adik kelas, aku gak tahu sebelumnya. Pacarnya marah – marah di facebook sambil menyebut namaku, aku tahu itu dari temanku. Sungguh aku kapok harus hati – hati banget deket sama orang, pastikan dia emang gak punya pacar biar nanti gak jadi masalah. Semenjak kejadian itu, Wawan gak deket – deket aku lagi, alhamdulillah.

***

Kembali lagi ke Firman. Awalnya aku mengira dia orang yang benar – benar hanya suka kepadaku saat itu namun… aku shock sekali ketika mengetahui dia dekat dengan seorang perempuan kelas 12 Ipa 6 dan aku mengenalnya…. Cemburu.. benar sekali. Bagaimana tidak … ku lihat dengan mata kepalaku sendiri, Firman berduaan ngobrol dengan perempuan itu sebut saja Acha. Tatapan mereka tidak bisa dipungkiri lagi bahwa mereka memang ada hati satu sama lain. Tidak hanya satu hari saja, tetapi sering sekali aku melihat mereka bercanda di mushola, di depan lab. Hatiku hancur sekali saat itu… namun siapakah aku? Hanya teman saja kan? Menurutku, mungkin Firman juga berpikir, banyak yang mendekatiku, makanya dia merasa berhak juga untuk mendekati yang lain daripada terus - menerus menahan rasa cemburu, karena dia lama - lama tahu banyak yang menyukaiku dan sudah sering Firman bersikap ketus.  Yaa lagipula aku juga yang memutuskan untuk tidak berpacaran karena jujur saja aku takut, pacaran jaman sekarang parah.. aku takut terpengaruh dan lepas kendali makanya lebih baik berteman saja.


Yang membuatku lebih sakit lagi, ketika sikap Firman berubah. Aku pernah menegurnya ketika dia sedang berduaan di mushola dengan Acha. Tapi, dia buang muka, pura – pura gak dengar. Aku sedih sekali… dan temanku bilang aku harus melupakan Firman. Dia udah berbuat seperti itu… melukai perasaanku… maka perlahan aku coba untuk melupakannya walaupun berat, karena aku menaruh hati padanya sudah cukup lama.. tapi aku yakin pasti bisa……


Disaat sudah bisa melupakan Firman, aku dekat dengan Detri. Dia siswa SMK swasta di Karawang. Aku mengenalnya lewat sebuah pertemuan konyol,, ya kami janjian tapi bertemunya langsung dirumahku … Aku kenal Detri sebenarnya dari tahun 2011 hanya saja belum intens, dekatnya pas kelas 12 dan prasaanku lambat laun tumbuh ke Detri saat aku sudah bisa melupakan Firman. Aku bukannya menjadikan Detri pelampiasan … tapi memang hubungan dekatku dengan Detri bertahan tapi hanya sampai tahun 2013.


Masalah yang kami hadapi yaitu “ego” yang sudah tidak bisa dikendalikan lagi. Aku sudah mulai fokus kuliah, sibuk tapi Detri merasa sudah tidak diperhatikan lagi. Akhirnya aku putuskan untuk berteman biasa saja dengannya.. awalnya dia berat melepasku… lama – lama bisa… dan kami sepakat untuk berteman jangan ada permusuhan… dan alhamdulillah hubungan pertemananku dengan Detri sampai sekarang baik – baik saja. Udah gak peduli dengan masa lalu lagi.


Ini adalah kisah penutup masa – masa SMAku. Masa dimana aku banyak mengenal berbagai macam karakter teman lawan jenis. Tapi, aku bersyukur tidak mempunyai mantan hehehe…. Jadi semuanya berteman baik. Terimakasih kalian 😉

By :
Free Blog Templates