Tuesday 29 September 2020

Dear... Jabatan > Berkah atau Petaka?

 

Keren, berwibawa, terpandang.

Kacamata manusia hanya sekedar memandang jabatan adalah suatu posisi yang dimiliki seseorang hebat tentunya dengan segudang kemampuan dan ilmu yang mumpuni. Namun dibalik itu semua, perlu mental dan pendirian kuat yang wajib dimiliki bagi seorang pemimpin/yang menjabat posisi tersebut.

***

Assalamualaikum sobat muslim dan selamat pagi untuk seluruh teman-teman, gimana kabar kalian? Aku harap semua sehat wal’afiat ya. Ditengah pandemik seperti ini, jangan sampai kita sakit karena panik berlebihan terhadap virus kecil itu, tapi juga tidak mengabaikan protokol kesehatan yang sudah ditetapkan yaaa. Review kali ini adalah, bahasan tentang seberapa penting jabatan? Akankah membawa manfaat atau mudharat ? Niatku disini hanya berbagi pengalaman nyata yang bahkan sedang aku alamin sendiri sudah setahun ini.

***

BTW, menurutmu jabatan itu apa? Pastinya sudah tidak heran lagi, jaman sekarang jabatan itu udah gak WOW lagi kayak jaman dulu yang dipandang berkelas banget dan susah dapetinnya. Sekarang? Jabatan adalah suatu yang bikin orang “kalo bisa gak usah menjabat” karena gak mau repot dengan tugas serta tanggungjawabnya.

Alhamdulillah, sudah setahun lebih aku bekerja di sebuah Rumah Sakit swasta dan sudah 2 kali menjadi Ahli Gizi di tempat yang berbeda. Tapi…. Yang sangat aku sayangkan adalah beban dan tanggung jawabku sebagai Ahli Gizi melebihi ekspektasiku sebelum aku bekerja di Rumah Sakit.

Singkatnya, di tempat kerjaku yang dulu maupun sekarang, Kepala Instalasi Gizi adalah posisiku sudah setahun lebih ini. Tugasku mengontrol Instalasi Gisi, visit pasien setiap hari dan lain-lain. Pekerjaanku tidak sulit, namun ada yang lebih sulit. Apa?

 

Menjadi Kepala Instalasi Gizi yang baik.

Masalah jobdesk, lancar-lancar saja, bahkan kalau ada masalah/kendala aku bisa mengatasinya dengan baik. Tapi mempunyai jabatan seperti itu bukan hanya sekedar mengenai pekerjaanku saja. Tapi juga mengenai rekan kerja yang harus kubimbing.

Itu yang sulit …. Aku mengakui membimbing orang banyak itu tidak mudah. Berbagai macam karakter harus kukenali, mempelajarinya kemudian mengintervensi bagaimana penatalaksanaannya.

Aku sungguh bermimpi.. Ingin sekali rasanya aku menjadi Ahli Gizi biasa saja, punya senior yang lebih pintar dan Kepala Gizi yang sudah berpengalaman dan pendidikannya diatasku, aku sungguh tidak ingin menjabat jadi Kepala. Rasanya terlalu berat jika aku dibilang bos/atasan. Aku menyebut diriku sendiri sebagai “Pembimbing”.

***

Di Rumah Sakit yang lama aku mempunyai 4 rekan kerja dan di RS yang sekarang ada 6 rekan kerja yang harus kubimbing. Awal mula, disini mereka (para rekan kerja) sulit sekali diberi nasehat. Karena mungkin aku baru juga jadi Ahli Gizi disini. Lama kelamaan sekitar 6 bulan, akhirnya aku bisa perlahan-lahan membimbing mereka. Tentunya dengan cara yang baik, sopan dan tidak galak/kasar/keras,

Aku tipe orang yang pendiam, sulit beringas. Namun jika aku sudah kesal, terlalu lama dipendam, aku meledak pada saat rapat dan agak sinis kepada mereka yang susah diatur dan melontarkan kata-kata yang mungkin juga mereka bisa saja kaget mendengarnya. Tapi hanya sebatas perihal kerjaan bukan karena subjektif ya.

Contohnya : “Saya tidak suka kalian bandingkan dengan Ahli Gizi yang lama, peraturan saya ya begini, mereka (Ahli Gizi yang lama) sudah tidak ada disini, Move On lah kalian, jangan samakan dengan saya”

Mereka hanya terdiam. Jika mereka berbuat kesalahan, dan itu berulang serta sulit dikasih nasehat.

Saya sinis lagi “Tolong lah, saya bilang begini karena ingin teman-teman jadi lebih baik lagi, tolong jangan sok tahu, budayakan bertanya jangan semaunya saja, kalo kalian gak mau nurut atau ngeyel juga, lihat saja nanti akibatnya, kalian akan rasain sendiri. Apa yang kalian perbuat suatu saat akan menimpa kalian lagi, menanam keburukan maka itu yang akan didapat”. Mereka kembali hening.

Ada dua orang yang sulit diatur. Tadinya ada 3. Satu sudah berhasil kubimbing yang tadinya agak “ngeyel dan frontal” sekarang sudah jauh lebih baik, lebih bisa mengontrol emosi dan cara bicara. Tinggal dua orang ini yang agak susah. Namun mereka perlahan mau mendengarkanku, tentunya dengan evaluasi yang baik.

***

Sungguh berat tanggungjawab ini. Aku merasa belum pantas apalagi teman yang kubimbing senior yang umurnya kebanyakan jauh diatasku. Harus sopan tapi tegas. Itu sulit… Awalnya aku gak bisa tegas-tegas apalagi sinis. Tapi lama-lama, kok susah ya dibilangin akhirnya aku meledak juga huffftt. Untuk suatu tujuan yang baik tentunya.

Aku berharap teman-teman tidak hanya pekerjaannya saja yang beres tapi juga mempunyai akhlak/perilaku yang baik kepada sesama. Tidak julid, menjatuhkan divisi lain dan hal buruk lainnya. Walaupun divisiku juga perah diusik dan difitnah. Namun tidak terbukti dan atasanku (HRD) percaya penuh kepada Instalasi Gizi. Masyaallah. Seberat itu aku harus pasang badan jika terjadi sesuatu dengan teman-temanku atau perbuatan salah seorang dari kami.

***

Tugasku membimbing divisi lambat laun Alhamdulillah, sudah terlihat progressnya. Teman-teman yang tadinya ngeyel, asal jeplak menjadi lebih menjaga lisan dan nurut nasihatku atau jika ada SOP/peraturan baru. Mereka ku tanamkan mindset harus selalu nurut dan menjalankan mengenai ilmu/SOP yang aku salurkan kecuali jika peraturanku menyangkut hal diluar pekerjaan.

Bagaimana? Tidak mudah untuk menjabat dengan sabar, tidak marah-marah, dan selalu menyalurkan budi pekerti yang baik. Maka dari itu aku mengerti atasan perusahaan sering kali memaksa karyawannya untuk perfeksionis, kerja cepat dsb. Karena beban mereka selangit, mereka yang pasang badan, mereka pula yang ambruk hati serta jiwanya jika ada sesuatu yang salah. Mental baja sangat dibutuhkan pada setiap atasan. Gak bisa sekali dua kali jatuh udah lemah, tak berdaya dan menyerah. Ujian bukan hanya dari divisi kita saja, tapi dari divisi lain. Ini yang sulit. Menyamakan persepsi mengenai SOP yang sudah dibuat. Sering diingatkan saja masih suka salah, apalagi hanya didiamkan. Ada 2 faktor yang membuat SOP sulit untuk dijalankan :

1. Keegoisan karyawan

2.     2. Pembuat SOP tidak Konsisten

Atau kalian mungkin punya faktor tambahan lain? Komen dibawah yaaa.

Untuk hal yang pertama, ketika kami sudah mengingatkan personil untuk menaati SOP. Sekali dua kali dijalankan. Ok. Besok-besok kendor lagi. Itu sering sekali terjadi. Akibatnya? SOP itu rata dengan keegoisan mereka, seperti bisa berlaku bisa tidak. Padahal wajib sekali ditaati. Maka, jika itu selalu berulang, kita berhak untuk menyampaikan pada Kepala Divisi (KaDiv). Sekali dua kali tiga kali OK. Nanti, kumat lagi. Dan seterusnya. Artinya personil patuh saat diingatkan oleh KaDiv saja. Tapi tidak ditanamkan dalam kinerja dia sendiri. Maka dari itu, kita perlu melakukan pendekatan kepada atasan langsung. Yaitu Kepala Pelayanan Medis/Yanmed (jika bekerja di RS). Mengenai terhambatnya SOP tidak berjalan apalagi sampai merugikan salah satu divisi dan menjatuhkan citra pelayanan.

Bagiku… yang sulit adalah… pppfffttt banyak sulitnya …

Jika KaDiv tidak terima bahwa masalah ini didiskusikan oleh atasan langsung. Padahal bukan maksud kami untuk menjatuhkan dia. Tapi untuk mencari jalan keluar gimana SOP tersebut bisa terus berjalan tanpa keegoisan salah satu personil. Ada KaDiv yang marah-marah sampai bicaranya gak pantes/menjatuhkan, ada yang bisa menerima legowo bahwa personilnya memang harus dibenahi.

Macam-macam lah. Kita dituntut harus banyak sabar dengan segitu banyaknya karakter mulai dari yang julid, sampai ke yang mengganggu. Itulah sebab awalnya aku berpikir jadi seorang leader itu tidak seindah atau sekeren yang dibayangkan orang-orang. Keren karena mereka pikir leader itu tinggal memerintah saja. Padahal? Hakikat aslinya untuk membimbing anggotanya agar bisa lebih baik lagi. Sama kayak ngurus anak (padahal belum punya anak), tanggung jawabnya besar. Title jabatan memang tidak dibawa mati namun hasilnya? Pasti ditanya. Apa saja yang sudah dilakukan selama menjabat, bagaimana tanggung jawab terhadap profesi kita. Apalagi kita sudah disumpah setelah lulus menyebut “Demi Allah di depan Al-Qur’an”  bahwa kita akan memberikan pelayanan sebaik-baiknya, tidak membocorkan rahasia/merugikan pasien, dsb. Coba…. gimana tidak berat.

***

Faktor ke 2 Pembuat SOP sulit untuk konsisten.

Aku juga sambil belajar mengenai hal ini. Karena ini lebih sulit dari faktor pertama. Dari sini kita dilema banget, seringkali orang-orang belum bisa menaati walaupun itu semua tergantung individunya. Karena akan lebih terasa berat jika kesalahan itu bersumber dari diri kita. Kalau dari keegoisan karyawan setidaknya kita sudah berusaha maksimal tetapi jika memang belum bisa konsisten, maka hal tersebut sudah diluar kemampuan kita, dan menjadi tanggung jawab atasan langsung jika terjadi sesuatu.

Tapi kalau itu bersumber dari diri kita? Ya sambil berjalan jika ada yang berbau melanggar tetap harus kita ingatkan jangan merasa tidak enak. Aku pernah merasa begini, namun lama – kelamaan itu tidak baik menurutku karena aku sudah membiarkan orang lain tidak sejalan. Jadi leader tidak boleh merasa tidak enakan, karena itu akan dimanfaatkan orang lain untuk melakukan hal seenaknya saja, tapi jika sesuatu terjadi maka berimbas kepada divisi kita.

 

Wednesday 16 September 2020

Kalau Cinta, Jangan Bodoh

 

“Mbak udah udah punya pacar? Kapan Nikah? Kapan calonnya dibawa? Kapan? Kapan? Kapaaaaannnn???”

 

Wanita. …..  Yaitu kamu, saya dan kita semua adalah makhluk berharga. Pantas diinginkan dan dibahagiakan. Bukan diinginkan, didapatkan, dicuekin, dimarahin, dianggurin.  Mubazir banget. Disia-siakan. Nanti pas dijagain orang, baru deh galau, merana, kehilangan. Kalau bahasa sunda kasarnya sih “Hakan Tah” waah anak kecil dilarang meniru yaaaa  xD

Banyak wanita yang pusing karena belum menemukan jodoh yang belum kunjung datang bak pangeran penyelamat dan pembebasan status jomlo sekian tahun. Tapi,, pahamkah kita wahai wanita??

Kita berhak mendapatkan yang TERBAIK, yang MENCINTAI kita apa adanya, bukan ada apanya dibalik pakaian kita, apalagi dibalik dompet kita (enyahlah saja kau ditelan bumi), dibalik latar belakang keluarga kita dsb nyaaa. Yang tidak berubah disaat dia sudah mendapatkan HATI kita yang sungguh berharga karena telah memilih dia dari yang tadinya NOTHING menjadi SOMETHING. SOMEONE to loved. Maka dari itu cintai dia SEWAJARNYA. Maka jika terjadi sesuatu, maka juga akan sakit SEWAJARNYA. Terutama apabila ditinggalkan dengan cara yang tidak baik. Naudzubillah.

 

Wanita…. Sejomlo-jomlonya kamu… jauh lebih baik daripada mereka yang sudah SALAH dalam memilih pasangan. Beban dihatimu hanya kenapa ya belum ada yang cocok, sedangkan beban dihati mereka, mengapa saya harus membahagiakan orang yang tidak bisa membahagiakan saya?

Khusus untuk kasus yang sudah menikah ya. Yang belum menikah mudah-mudahan tetap bisa rasional jika ada permasalahan dengan pasangan, bagaimana sikap pasangan. Jika dia diam TENANGLAH, jika dia tetap baik dan merajuk PERTAHAHANKAN, jika dia berbuat KASAR baik secara verbal maupun non verbal TINGGALKAN. Biarkan … biarkan dia sendirian, biarkan kita pergi tidak usah minta antar dia lagi, biarkan kita jadi diri sendiri apa adanya, punya sikap, tidak bodoh karena cinta. Diinjak-injak meski sudah dikasari. Hey wanita, hargai… hormati dirimu sendiri, jangan biarkan orang yang kamu cintai menghancurkan harga dirimu sebegitu mudahnya. Orang tuamu menyekolahkan kamu menjadi sukses bukan menjadi BUDAK PERASAAN laki-laki yang tadinya BUKAN SIAPA-SIAPA kamu.

 

KALAU CINTA JANGAN BODOH.

 

By : Adelina Ramadhani, S.Gz.

By :
Free Blog Templates