Sunday 27 May 2018

Sering dikira Sombong. Ini Alasan The Silent Reader Sering Mengabaikan Chat Grup.



Mau berangkat ke kampus, kerja atau mau pergi. Grup masih aja ramai. Lagi belajar di kampus, lagi kerja, lagi main. Handphone masih getar-getar. Pulangnya eehh masih belum rampung juga itu bahasan.
Mungkin mereka ini senang eksis digrup media sosial. Tidak ada yang salah. Namun, tidak semua orang suka dengan obrolan chat grup. Bahkan sampai ada yang dinotifikasi (mute) sampai seminggu atau bahkan setahun. Agar, ketika ada chat yang masuk, handphone si Silent Reader tidak bergetar. 
Yang lebih parahnya lagi, ada yang sampai left grup wah mungkin sudah merasa terganggu sekali ya dia.

Disini writer akan review, sebenarnya apa sih penyebab The Silent Reader sering mengabaikan chat grup?

1.  Silent Reader (SR) memang malas membalas chat beruntun yang terkesan seperti “boom chat”.



    Handphone ditinggal sebentar, chat langsung masuk puluhan bahkan ratusan. Jadi, mereka lebih memilih untuk diam, karena mereka memang tidak suka keramaian. Termasuk keramaian getaran handphone :D 
2.  Kebanyakan isinya bercanda. 
Memang tidak ada salahnya untuk bergurau, atau hanya sekedar iseng-iseng “nyepam” di grup. Tapi itu semua tidak berlaku untuk SR. Mereka hanya mau merespons hal-hal penting yang menyangkut diri mereka, itu juga kalau chatnya tidak keburu tenggelam ya. Contoh: “Bulan gimana laporan yang udah diedit kemarin? Ada tambahan lagi ngga? Gue ada tambahan nih. Sini biar gue lanjut, besok kan giliran gue”. Sekian lama, tidak ada jawaban. Bulan hellooo,, are you there?. Akhirnya dichat personal lah si Bulan, baru dibalas. Saking banyaknya chat digrup itu, si Bulan jadi malas membalas hingga mengabaikannya. Jika grup tidak ramai, kemungkinan SR masih mau membalas pertanyaan penting tersebut.

3. Pernah dikacangin/dicuekin digrup. 
Siapa sih yang tidak kesal dicuekin? Udah bales chat, ehh ketimpa sama teman kita yang lain. Alhasil chat tenggelam dan gak dibales-bales. Jadi SR malas deh muncul digrup lagi.

 4. Tidak mempunyai hubungan dekat dengan teman-teman grup. 



Tidak usah jauh-jauh deh. Contohnya aja grup kelas. Mungkin hanya beberapa aja yang dekat dengan SR. Tapi, teman dekatnya SR juga tidak suka tuh gabung-gabung kedalam chat grup. Jadilah, tidak pernah ada percakapan Antara SR dan teman-teman grup deh. Karena, kalau bercanda/komentar digrup rasanya canggung juga, apalagi bukan sama teman dekat.


5. Menghindari konflik/perbedaan pendapat disaat orang-orang sedang berdebat. 
SR yang sebenarnya gregetan juga ingin membalas atau mengemukakan pendapatnya, akhirnya harus dia urungkan lagi deh. Karena kalau situasi lagi panas, SR yakin perbedaan pendapatnya dengan si Tukang Debat (TD) tidak akan pernah ada ujungnya. Jadi, SR lebih memilih diam daripada meladeni TD. Karena masih banyak urusan yang lebih penting ketimbang masalah chat grup.



Jadi, menjadi Silent Reader bukan berarti orang itu sombong ya. Mereka cuma berusaha jadi diri sendiri. Anti ribet dan pusing. Kalau teman-teman ada perlu dengan SR, sebaiknya hindarilah chat digrup. Lebih baik langsung tanyakan sendiri jika sekiranya ada hal penting atau urgent.
Mereka juga butuh privasi dan tidak melulu harus on/membalas pesan digrup :)

Friday 25 May 2018

Lelah yang diinginkan


   Pagi itu, aku pergi ke Dinas Kesehatan Karawang bersama teman satu tim yang sudah berpengalaman dalam kegiatan penelitian sebelumnya (RISKESDAS 2013). Kami mengurus surat-surat yang harus ditandatangani oleh aparat desa dan pengawas. Sebagaimana mereka menjadi saksi bahwa tim kami benar-benar turun ke lapangan untuk melakukan pekerjaan sebagai enumerator (mewawancara dan mendata status kesehatan warga).

     Banyak orang bilang “Wah hebat bisa kerja di Kemenkes”. Namun sungguh, pekerjaan kami mirip kuproy. Kalau gak tau, itu bahasan tren dari “kuli proyek”. Bekerja untuk proyek negara, dan menjadi posisi yang paling bawah. Diatas enumerator, masih ada posisi supervisor, validator dan lain-lain yang jenjang pendidikannya minimal harus S2.
***
     Lokasi kerjaku yaitu di Cikampek. Lumayan jauh dari rumah. Ada yang di Karawang, tapi Cuma 3 desa saja. Sedangkan 8 desa lain di Cikampek.
1.Lemah Mukti, 2. Bengle, 3. Sukasari, 4. Sukasari (beda RT), 5. Purwasari, 6. Cikampek Barat, 7. Cikampek Selatan, 8. Kamojing, 9. Dawuan Tengah, 10. Dawuan Barat dan 11. Majalaya.
    Itu adalah desa-desa yang kami data, yang awalnya terpilih sebagai sampel Susenas (Survei Ekonomi Nasional) yang diadakan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) di Karawang.
Nah jadi, Riskesdas ini kerjasama dengan Susenas, data-data awal Susenas seperti: status keluarga seperti kepala rumah tangga/istri/anak, cerai mati/hidup, tanggal lahir, sudah menikah/belum dan lain-lain nantinya akan kami gunakan untuk keperluan input data disistem aplikasi yang sudah diinstall pada saat pelatihan. Karena data tersebut penting sebagai data awal untuk memulai sebelum memasukkan data kesehatan selanjutnya. 
     Data selanjutnya seperti lingkungan rumah tangga, kesehatan individu dan lain-lain diinput setelah data Susenas sudah benar-benar valid. Karena kalau ada yang salah, maka seterusnya akan salah dan akan sulit untuk diperbaiki. Maka dari itu, harus teliti/check ulang dalam pemasukkan data awal.

   Kendalanya, ada beberapa rumah tangga yang tidak bisa diwawancara karena pindah rumah/tidak bersedia untuk diwawancara. Hal ini membuat kami harus tepat menyertakan alasan mengapa tidak diwawancara beserta buktinya (tandatangan kepala rumah tangga/foto rumah jika responden tersebut pindah).
Hmm,,, cukup detail ya?
Rumah tangga yang bersedia diwawancara mendapatkan uang (titipan dari Kemenkes) untuk menggantikan waktu yang terpakai oleh kegiatan kami.
***
    Lokasi yang jauh tidak menyurutkan semangatku untuk rajin bekerja. Walaupun harus bertempur dengan medan jalanan yang cukup ramai dengan mobil truk, container dan kendaraan besar lainnya. Sangat lelah karena berangkat berangkat pagi pulang sore/malam. Tapi kusiasati untuk istirahat dan makan teratur agar bisa fokus selama berkendara dan bekerja.
     Alhamdulillah, satu tim yang terdiri dari 4 orang termasuk aku, bisa bekerjasama dengan baik. Meskipun pasti ada masalah tim maupun antarpersonal yang menjadi bumbu pemanis selama bekerja.
      Kekompakan adalah kunci yang paling penting agar seluruh anggota bisa mengerti satu sama lain. Tidak membawa masalah personal kedalam tim dan tetap professional.

   Oh iya, 4 dari 11 desa yang kami data juga mengadakan pemeriksaan darah gratis di Puskesmas/Kantor Desa. Khusus untuk responden yang telah diwawancara dan menyetujui/ttd surat persetujuan bersedia untuk diperiksa darah. Hanya 3 item pemeriksaan aja: hemoglobin, gula darah dan malaria.
    Acara pemeriksaan darah tersebut dibantu juga oleh tim dokter gigi/exnumerator beserta asistennya, dokter umum dan tenaga kesehatan (bidan/perawat).

Pertama, responden mendaftar di bagian pendaftaran. Yang mengurus pendaftaran ini enumerator.

Kedua, warga harus periksa dulu ke dokter umum yang posisinya tepat disebelah meja pendaftaran. Tujuan periksa ini adalah untuk mengetahui adanya penyakit berat/tidaknya yang dialami oleh responden.

Ketiga, kalau dokter sudah mengizinkan untuk periksa darah, maka langsung saja diambil darah oleh tenaga kesehatan. Darah yang diambil adalah dari pembuluh darah vena. Apabila darah yang diambil ternyata hanya sedikit, maka harus diulang sekali lagi. Jika, responden menolak, maka dianjurkan untuk diambil darah kapiler (yang ditusuk dijari itu lhooo). Waktu pengambilan darah juga dicatat oleh enumerator.
      Kenapa harus darah vena yang diambil? Karena nanti, darahnya dimasukkin ke tabung, lalu diproses di mesin centrifuge (mesin darah yang muter-muter). Sampai 10 menit. Terus darah dikeluarin dan diambil serumnya (cairan kuning bening diatas darah yang mengendap) untuk dikirim ke pusat.
Tujuan pengambilan serum ini sendiri gak tau untuk apa heheheee.. yang tau tindak lanjutnya cuma orang pusat aja :D

Keempat, darah responden siap dimasukkan kedalam alat pendeteksi Hb, gula darah, dan malaria. Hasil pemeriksaan dicatat oleh enumerator yang kemudian akan diinput kedalam sistem aplikasi biomedis.
      Sebelumnya, enumerator wajib bertanya apakah responden puasa/tidak? Karena penting untuk pemeriksaan gula darah. Jika responden puasa dan gula darahnya diatas 126 mg/dl maka diwajibkan minum susu khusus diabetes yang sudah disediakan oleh enumerator dibagian pembebanan/pemberian larutan tambahan. Sebaliknya, jika responden puasa dan gula darahnya dibawah 126 mg/dl, maka larutan yang harus diminum adalah gula monohidrat, kayak gula halus gitu (ini rasanya manis banget). Nah, pengecualian nih untuk yang punya riwayat diabetes, mau gula darah puasanya dibawah 126 mg/dl juga tetap dikasih susu khusus diabetes. Karena memang itu prosedur yang sudah diatur dari pusat.
        Tujuan dari pembebanan untuk mengetahui kadar gula darah sesudah minum larutan selama 2 jam kemudian (2 jam post prandial). Nahh,, nanti kalau hasilnya tinggi, responden akan dikasih surat rujukan dari dokter untuk ke puskesmas, karena khawatir ada gejala diabetes yang baru terdeteksi.

Kelima, responden diarahkan untuk melakukan pemeriksaan gigi. Kecuali yang ikut pembebanan. Diwajibkan untuk pembebanan dulu, baru periksa gigi. Setelah itu selesai deh!! Oh iya responden juga dikasih uang loh setelah pemeriksaan selesai. Enak kaaan, udah gratis dikasih uang lagi :D. Heheee… uang itu amanah dari Kemenkes.
***
Seperti itulah pekerjaan enumerator. Capek banget, pusing, harus gesit. Yaa tapi bayarannya juga setimpal. Inilah lelah yang aku inginkan. Lelah yang bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain. Menambah pengalaman baru dan mempunyai keluarga baru.


ADELINA RAMADHANI, ENUMERATOR RISKESDAS 2018. 02 APRIL – 08 MEI 2018.

Sunday 13 May 2018

The Crazy Buddy


Pertama kali ku kenal dia sejak kelas 2 SMA. Siapa yang tidak kesal melihat tingkah lakunya yang begitu “overacting”, pecicilan dan terkesan judes.
Dia tidak lebih tinggi dari aku, berperawakan mungil dan lincah sekali. Namun tidak disangka awal dari pertemanan kami adalah hal yang baik.

Dela Pratiwi. Nama depannya seperti nama panggilku sedari kecil. Aku panggil dia Dela.
 Bernostalgia? Boleh bukan? karena masa-masa SMA adalah masa yang paling indah. Konflik dengan teman merupakan suatu hal yang lumrah. Kalo gak ada konflik gak seru. Hahaaaa :D
Seperti aku dengan dia. Terlibat konflik gara-gara 1 teman laki-laki yang sebenarnya adalah gebetan Dela. Si miss rempong marah karena aku terkesan lebih dekat dengan Surya dibandingkan dengan dirinya.

Perselisihan itu dimulai dari terbentuknya tim drama Bahasa Indonesia yang terdiri dari 7 orang.
Saat itu hubungan pertemanan kami renggang karena kesalahpahaman. Padahal aku samasekali gak suka sama Surya.
Wajar Dela marah. Bagaimana mungkin seseorang rela pujaan hatinya disukai juga sama temannya sendiri? Padahal itu hanya ada dalam persepsi dia saja.
***
Saat itu Stefi jadi penengah perselisihan kami berdua. Berusaha mendamaikan dan memberi nasehat yang baik. Vinda juga. Mereka berdua netral pada kami. Tidak pernah menjelek-jelekkan.
***
Bukan Dela namanya kalau gak cerewet.
Bukan Dela namanya kalau gak lebay.
Bukan Dela namanya kalau gak baperan.
Bukan Dela namanya kalau gak berani.
Bukan Dela namanya kalau gak royal sama teman.

Bukan Dela namanya kalau tidak bisa mendengarkan keluh kesah sahabatnya dengan khidmat.
Cewek yang pemberani. Berani terus terang jika aku salah. Berani membelaku mati-matian saat disakiti orang lain. Rela menanggung malu demi memarahi orang yang telah menyakitiku. Tidak peduli apapun perkataan orang. Bersedia dengerin aku curhat sampai dini hari.
***
Singkat cerita Dela pernah memarahi temanku karena sudah bersekongkol menjadikanku sebagai taruhan apabila salah satu dari teman-temannya berhasil dekat denganku dan juga mengajak jalan. Tapi sialnya aku menolak mereka semua. Tapi Dela tetap kesel karena emosi gak terima aku dijadikan taruhan.

Saat orang lain menghakimi dia lebay, ataupun yang jelek-jelek. Aku gak peduli.
The real best friend is orang yang gak akan pernah ninggalin ketika sahabatnya dijauhin orang lain dan gak pernah nusuk dari belakang.
Tanya sebabnya apa. Dengarkan keluh kesahnya. Kalaupun semua salah dia. Kita wajib kasih masukan dan saran. Jangan dijudges apalagi ditinggalkan.
***
Cerita lagi.
Kau tahu? Aku bahkan tidak pernah merayakan surprise ulang tahun atau hias-hias kamar dengan sahabat-sahabatku. Cukup diucapkan selamat dan doa itu sudah membuatku senang karena mereka ingat.
Persahabatan tidak diukur dari seberapa sering bertemu, intensitas mengobrol dan materi.
***
Maaf kalau tulisanku kepanjangan yaa heheee… tetaplah jadi diri sendiri… gak usah pedulikan perkataan orang lain yang membuatmu minder…
Sahabat kamu lebih tahu siapa dirimu. Mereka hanya lihat dari cover tanpa tahu isinya.


Friday 11 May 2018

Paradise in Bandung

Aku berangkat ke Bandung naik bus bersama teman-teman calon enumerator. Tidak perlu waktu lama untuk beradaptasi dengan mereka. Alhamdulillah mereka baik-baik dan welcome.

Sesampai di Hotel Ibis Trans Studio Bandung, aku dan teman-teman langsung menarik koper ke lobby hotel dan naik keatas untuk registrasi.
Semangat kami begitu menggebu-gebu, seolah ingin menyambut sesuatu yang sangat menyenangkan. Bagaimana tidak senang. Kami menginap di hotel sudah dijamin semua biaya tanpa pungutan sepeserpun. Hanya membawa uang saku saja untuk jajan diluar.
***
Kami sudah dibayar mahal-mahal disini, otomatis harus mematuhi setiap peraturan dan belajar sungguh-sungguh untuk persiapan turun lapangan.
Sungguh bermanfaat sekali kegiatan disana itu. Aku sekamar dengan temanku namanya Rizky. Jangan salah paham ya. Dia itu perempuan lhoo hehe. Ketika ada kesulitan dan masalah, selalu berbagi dengannya, bercerita bahkan kami tidak segan-segan saling meledek hanya untuk melepas kepenatan sejenak sepulang dari pelatihan.

***
Pada saat pelatihan, kami (calon Enumerator Karawang) sekelas dengan calon Enum Kabupaten Bogor. Aku banyak kenalan dengan orang Bogor, bahkan bisa ketemu dengan dosen dan teman satu angkatan di kampus Uhamka.  
Senang sekali bisa menjalin silaturahmi dengan mereka.

***
Materi yang dipelajari saat pelatihan adalah teknik wawancara, bagaimana cara bertanya yang baik dan benar tanpa membuang-buang waktu.
Pertanyaannya meliputi lingkungan kesehatan rumah tangga, status kesehatan individu: riwayat penyakit menular (Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA),  radang paru-paru, tuberculosis, hepatitis, diare, kaki gajah dan malaria) serta penyakit tidak menular (asma, kanker, kencing manis dan jantung), seputar kesehatan jiwa, kebersihan gigi dan masih banyak lagi.

Materinya cukup banyak dan memang itulah yang harus ditanyakan ke masyarakat. Tapi harus bisa menghemat waktu juga. Yang paling menantang adalah enum harus bisa menggali setiap informasi yang diberikan masyarakat sampai menemukan jawaban yang tepat.
Selain itu, enum juga belajar praktik pengukuran tinggi badan, berat badan, Lingkar Lengan Atas (LILA), lingkar perut dan memeriksa tekanan darah (tensi darah) tentunya dengan cara yang benar dan akurat.

Setelah mempelajari semua teknik, kami turun ke desa yang dekat dengan hotel untuk mempraktikan semua yang dipelajari dari wawancara sampai pengukuran. Alhamdulillah semua lancar….

Tapi yang bikin aku deg-degan adalah ketika mewawancarai ibu rumah tangga yang kena penyakit tuberculosis. Aku tidak menyadarinya. Baru sadar setelah diberitahu temanku yang sudah membaca surat dokter ibu tersebut.
Pulang dari sana kami langsung minum susu untuk daya tahan tubuh. Pppftt … ada-ada saja….
Seperti itulah kegiatanku selama pelatihan di hotel.

***
Pertama kali menginjakkan kaki di hotel Bandung menurutku adalah “paradise for a while”. Bisa makan enak, banyak buah-buahan, berbagai macam minuman. Kalau kalian berpikir aku norak tidak apa-apa. Toh, memang benar baru pertama kali aku menginap di hotel dan dijamin semua biayanya. Sungguh pengalaman yang mengesankan. Semoga dilain waktu bisa mendapatkan pengalaman berharga lagi.

Mimpi yang Tertunda


Dear pembaca setia blog Adelina, maaf untuk kekosongan dibulan April kemarin. Si penulis sibuk sekali menjalankan tugas negara yang bisa terbilang luar biasa lelahnya mulai dari tanggal 2 April hingga 8 Mei. Tapi sungguh, lelah itu tidak akan pernah sia-sia. Aku suka bekerja. Sekalipun kerjaanku kemarin lumayan berisiko bagi seorang perempuan. Mengenai pekerjaanku, akan kuceritakan nanti setelah cerita ini.
***
Pengumuman itu tidak membuatku galau samasekali. Entah. Tapi, aku berpikir mengapa aku bisa kalah dari mereka? Dari lulusan D3. Ya, aku tidak lulus tes di salah satu RS Tegal, Jawa Tengah. Bagaimana mungkin semua lulusan S1 gizi tersingkir oleh lulusan D3? Bukan hanya aku saja, tapi temanku yang tinggal di Tegal juga bernasib sama.

Mungkin, dari segi kemampuan/skill jelas mereka lebih unggul. Selama kuliah umumnya lulusan D3 lebih banyak praktikum dibandingkan S1, mungkin itulah salah satu pertimbangan pihak RS. Ingin mempunyai karyawan yang skillnya bagus tetapi gajinya juga bisa lebih rendah. Karena jenjang pendidikan juga sangat menyesuaikan gaji.
***
Aku tidak pernah mau putus asa. Selalu kulakukan upaya untuk mencari pekerjaan lain. Apapun. Bahkan tidak sesuai dengan pendidikanku juga tidak apa-apa. Aku sudah malu sekali kalau harus terus meminta uang pada orang tuaku, karena tidak ada pemasukan setiap bulan. Akhirnya aku mencoba ikut seleksi untuk menjadi Enumerator Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018. 

Apa itu enumerator? Yaitu orang yang membantu kegiatan survey di lapangan seperti wawancara dan pengumpulan data-data lain untuk kepentingan penelitian.
Riskesdas ini adalah sebuah penelitian kesehatan yang diadakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) dibawah naungan Kementrian Kesehatan (Kemenkes). Kegiatan ini hanya dilakukan 5 tahun sekali. Jadi sangat beruntunglah aku apabila bisa gabung dalam penelitian ini.

Persyaratan yang harus dipenuhi adalah minimal D3/S1 semua lulusan kesehatan. Aku tidak ragu untuk mendaftar. Alhamdulillah pertengahan Februari melamar, seminggu kemudian aku dipanggil untuk test di Dinas Kesehatan Karawang yang lokasinya tidak jauh dari rumahku. Saat itu aku hanya bisa berdoa agar dikasih kesempatan untuk mengikuti kegiatan itu.

***
Tidak lama setelah tes, 3 hari kemudian aku dipanggil tes di salah satu RS Karawang, Alhamdulillah. Semoga bisa menjadi awal yang baik.
Kau tahu mimpiku? Yaitu bisa mengamalkan ilmuku di RS, bertemu dengan pasien, mengatur  makanan, menghitung kebutuhan zat gizi, walaupun “katanya” gaji tenaga kesehatan di RS itu kecil tapi aku masih tetap ingin sekali bisa bekerja menjadi Ahli Gizi di RS.

Seketika saat itu, aku mengalihkan doaku dari menjadi enumerator ke ahli gizi. Apabila aku diterima jadi ahli gizi di RS dan menjadi enumerator, aku akan lebih memilih jadi ahli gizi di RS. Meskipun gaji enumerator jauh lebih besar dibandingkan dengan ahli gizi di RS.
***
Allah berkehendak. Kun Fayakun. Sudah 3 minggu aku sangat menantikan kabar dari RS ternyata kabar baik itu tak kunjung datang. Sepertinya, lagi-lagi aku kalah dengan lulusan D4 gizi. Pada saat itu aku test hanya berdua. Aku hanya bisa menyimpan mimpiku dalam-dalam sebelum nanti jadi kenyataan.
Namun, Allah sediakan gantinya. Aku terpilih menjadi Enumerator Riskesdas 2018 dan kemudian wajib mengikuti pelatihan selama 9 hari di Bandung. Syukur Alhamdulillah. Aku senang, akhirnya bisa memulai suatu pengalaman baru.

By :
Free Blog Templates