Wednesday 17 April 2019

Suara Hati

Hanya sebuah uraian yang sempat terngiang dibenak.

Terngiang. Bukan berarti melekat hingga tidak bisa berpindah.
Jalanku adalah maju ke depan. Bukan mundur melihat ke belakang. Dimana pada saat itu, aku adalah wanita yang tentunya belum seperti sekarang.
Allah sudah benar-benar membersihkan semuanya. Segala rasa kecewa, sakit hati dan hal apapun yang dulu sempat nano-nano kurasakan.


Terima kasih … Kepada pribadi-pribadi yang sudah membuatku kecewa kala itu. 
Untukmu yang lebih memilih dia dikala hubungan dekat itu sudah menginjak 3,5 tahun.
Hikmah : Aku mengerti bahwa belum tentu pribadi yang mudah berkata manis/memberikan komitmen untuk tetap tinggal itu akan beneran tinggal.
Kejenuhan bisa menjadi faktor alasan untuk mencari yang lebih baik lagi. Aku sadar pada saat itu kau kurang mengerti kesibukanku dikala aku berada dalam ambang batas terbawah (sedang masa-masa sulit) praktik kerja lapangan dan penyusunan proposal skripsi. Sehingga perhatianku sebagian besar tercurahkan kedalam proses menuntut ilmu itu.
***
Dan… untukmu yang lebih memilih menghilang tanpa kabar disaat menjalani hubungan dekat sudah 8 bulan. Kau yang memulai semua, dari perhatian dan kepedulian. Sampai akhirnya aku tergiur dengan pribadi yang santun dan pendiam sepertimu. Selama itu pula berjalan baik-baik saja. Terima kasih. Terakhir kali ingat… aku masih saja mengucapkan selamat ulang tahun pada waktu dini hari. Jam 00.30 WIB. Kau merespon jam 14.00.
Setelah itu aku bertanya, kau tidak membalas lagi seterusnya.

Dua bulan kemudian, aku menanyakan kabar via media sosial, 3 hari kemudian dibalas. Tapi kau tidak membahas alasan mengapa tiba-tiba pergi. Kemudian, aku memutuskan untuk “read” saja. Tidak membalasnya lagi. Aku yang mengakhiri pembicaraan.
Ya Rabb..  Mengapa aku bodoh sekali. Sudah jelas-jelas diperlakukan seperti itu, aku masih baik saja menanyakan kabarnya.

Hikmahnya, aku jadi mengerti akan arti sabar dan tegar. Dimana, aku tidak mengerti sama sekali mengenai alasannya yang pergi tanpa sebab.
Aku benar-benar bisa menerima ketika teman-temanku, mamahku memberikan saran yang begitu menguatkan. “Sudah adel, lepaskan. Kamu wanita baik-baik dan berhak mendapatkan yang jauh lebih baik dan bisa menghargai”

Baik saat itu, aku memohon ampun kepada Allah, karena aku sudah terlalu berharap melebihi harapanku pada-Nya meminta diberikan sosok yang terbaik untukku.
Sungguh. Aku bertekad akan terus memperbaiki diri hingga tiba saatnya nanti dipertemukan dengan pribadi yang tulus membahagiakanku untuk selamanya. Diridhoi oleh-Nya. Dunia Akhirat.
Maka, aku yakin sekali, setiap kepergian atau kehilangan. Pasti tergantikan dengan yang lebih baik.
Karena sejatinya, laki-laki yang baik tidak akan sudi mempermainkan perasaan wanita.
Dia akan memperjuangkan masa depannya, dan perempuan pujannya pun akan selalu terlibat dalam rencananya.

Kemudian, setengah tahun telah berlalu………………

Sampai saat ini, Alhamdulillah aku sudah ikhlas dan benar-benar move on dengan perasaan itu. Karena yang terpenting adalah masa depanku dengannya. Dengan dia yang sedang berusaha memperjuangkanku. 

Menurutku perasaan harus balance. Dia terhadapku dan aku terhadapnya. Tidak bisa hanya salah satu saja.

Itulah sebabnya, mengapa aku sekarang hati-hati dekat dengan seseorang. Satu-satunya yang bisa membuktikan bahwa pribadi itu benar baik adalah keseriusan yang nyata. Yang tentunya bisa terlihat secara bertahap. Membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk mengenal pribadi tersebut. Daya terima dia terhadap diriku, serta rencana-rencana yang akan disusun untuk kedepannya.

Dan bagi pribadi yang sempat menginginkanku. Aku mohon maaf karena tidak bisa membalas  keinginanmu itu.
Hati tidak bisa dipaksakan.
Kebaikanku terhadapmu adalah wajar dan tidak ada perhatian khusus.
Maaf, jika dulu kau salah mengartikan responku.
Waktu itu aku belum paham betul… Bahwa respon positif berkelanjutan akan memengaruhi hatimu.
Sehingga kuperbaiki responku menjadi benar-benar biasa saja.

Aku memang seperti itu. Jika aku memang tidak menaruh hati. Responku sangatlah biasa. Agar pribadi tersebut berpeluang untuk mencari hati yang lebih ikhlas menerima.
Untuk menghindari sebuah harapan palsu. Yang tentu saja sangat menyakitkan.
Terlebih, keinginan yang kuat untuk tidak sembarangan dekat dengan seseorang.
Maka, aku harus tau betul tujuan dan maksudnya. Apakah hanya untuk sekedar berpacarankah? Tanpa ada niat baik?
Diumur segini, sudah tidak pantas lagi untuk bermain-main. Tidak mau membuang-buang waktu untuk suatu “ketidakjelasan”. Hanya jalan saja, tapi entah ujungnya bagaimana. Tanpa rencana.

Lebih baik, fokus merintis karir dan mengembangkan ilmu.
Aku berdoa semoga pribadi yang berniat baik tersebut dimudahkan untuk menjemputku kelak disaat waktunya tiba. Direstui oleh kedua belah pihak keluarga dan diridhoi oleh-Nya. 
Aamiin

Sunday 14 April 2019

Rumah Kedua


Menyenangkan memang. Disaat kita bisa bermanfaat untuk orang lain. Dalam hal apapun. Pekerjaan, pergaulan, dan lingkungan.
Singkat cerita. Dimana dulu sebelumnya aku pernah bekerja di suatu perusahaan finance yang terbilang cukup tinggi tekanannya. Bekerja untuk perusahaan dan pelayanan terhadap customer.

Namun panjang cerita, ketika aku memutuskan untuk bekerja di sebuah Rumah Sakit dengan maksud ingin merintis karir dari bawah berdasarkan ilmu yang kupunya. Bekerja untuk  kemajuan RS, mengembangkan ilmu dan melayani pasien.
Sungguh, aku pindah kerja bukan karena ga kuat mental atau bagaimana. Melainkan tekad yang sangat kuat untuk mengembangkan ilmu yang sudah kupelajari selama kuliah. Tanggung jawab terhadap profesi.


Sah-sah saja, apabila bekerja tidak sesuai dengan passion atau keahlian. Rezeki/kesempatan kerja, Allah yang mengatur. Betul.
Tidak semua orang memiliki peluang/kesempatan yang sama untuk bekerja sesuai dengan passionnya. Tidak menjadi masalah.

Disini, di tempat kerjaku yang sekarang. Aku banyak belajar hal, yang tentunya jauh berbeda dengan tempatku sebelumnya.
 Pelajaran hidup, hubungan dengan rekan kerja, semua ilmu yang kupunya dan sebagainya.
***
Aku mulai bekerja pada tanggal 6 Maret 2019. Beradaptasi dengan rekan kerja Alhamdulillah mudah tidak sulit. Mereka sangat baik-baik sekali. Sehingga aku cepat akrab dengan mereka semua. Disini adalah rumah keduaku. Dimana aku banyak menghabiskan waktu yang tentunya insyaallah bermanfaat.

Terlebih aku kaget, baru masuk sudah harus bisa memimpin pegawai instalasi gizi (pramusaji dan tenaga pemasak)
Jadi, aku wajib mengelola instalasi gizi dari bawah sekali. Dari yang tadinya belum ada produksi masak menjadi harus ada produksi. Karena mau ada akreditasi (penilaian Rumah Sakit).

Jauh sebelum akreditasi, produksi memasak dilakukan di Klinik (dengan nama yang sama seperti RS tempatku bekerja). Lalu didistribusikan ke RS sesuai jam makan pasien.
Aku mengerti, memang standar instalasi gizi di RS itu harus ada produksi memasak, dan diantarkan langsung ke kamar pasien. Bukan dengan cara produksi diluar kemudian dikirim ke RS.

Alhamdulillah, tidak lama setelahku masuk kerja dan berbicara dengan owner RS untuk produksi di dapur gizi. Dua minggu setelahnya, beliau menghadirkan seorang tenaga pemasak untuk memasak di RS. Pramusaji sudah ada satu yang memorsikan dan mengantarkan makanan. Kemudian beberapa minggu lagi HRD memperkenalkanku dengan tenaga pemasak baru. Jadi total yang masak ada 2 orang.
Aku merasa terbantu sekali dengan kehadiran mereka.

Tentunya aku punya tanggung jawab besar terhadap Instalasi Gizi dan pasien. Aku harus bisa mengontrol pegawai dapur, dan tidak lupa dengan keluhan pasien mengenai makanan. Disesuaikan juga dengan diagnosis penyakitnya.

Disini aku belajar sendirian. Tidak ada yang membimbing. Karena belum pernah ada Ahli Gizi sebelumnya. Jadi aku ahli gizi pertama yang bekerja di RS tersebut.
Maka aku harus rajin bertanya kepada teman (Ahli gizi) di RS lain, dan mencari informasi mengenai apa-apa saja yang terbaru, entah formulir, berkas lain yang wajib dimiliki oleh Ahli Gizi.
Caranya? Harus membaca banyak literatur serta ikut seminar.

Meskipun sejujurnya aku masih kurang membaca literatur karena kemarin masih sangat sibuk akreditasi hingga mengharuskanku untuk bermalam di RS demi kerja sama dengan tim PPI  (Pencegahan Pengendalian Infeksi) dimana didalamnya terdapat elemen tentang gizi. Jadi mau tidak mau aku harus ikut serta dalam penyusunan Kebijakan, Pedoman dan SPO (Standar Prosedur Operasional) yang berhubungan dengan gizi. Semua tentang gizi, aku yang membuatnya sendiri dengan sumber yang jadi patokanku yaitu PGRS (Pelayanan Gizi Rumah Sakit) tahun 2013 dari Kemenkes.
***
Setiap pagi, aku selalu membuka rekam medis pasien untuk melihat diagnosis pasien dan segala hal tentang hasil laboratorium, kemudian mencatat semua di lembar CPPT (Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi) >> include in rekam medis. Yang menulis dilembar tersebut yaitu dokter umum, dokter spesialis dan ahli gizi.

Dilembar tersebut aku menulis assesmen gizi dengan standar format ADIME (Assesment, Diagnosis Gizi, Intervensi serta Monitoring dan Evaluasi). Sudah terstandar untuk seluruh Ahli Gizi di Indonesia.

Setelah itu, aku berkunjung ke kamar pasien untuk mengukur LILA (Lingkar Lengan Atas) untuk menentukan status gizi menggunakan persentil LILA dan TL (Tinggi Lutut) untuk dikonversikan ke Tinggi Badan agar bisa mengetahui BBI (Berat Badan Ideal) kemudian baru bisa menghitung kebutuhan gizi, sekian kalori.

Banyak menghitung? Sudah pasti. Padahal dulu waktu sekolah aku sangat tidak suka menghitung, lebih suka membaca. Tapi ternyata kuliah dan kerjanya banyak menghitung :D
Setelah itu, aku kontrol dapur. Untuk memastikan bahan makanan aman konsumsi, serta mendengarkan keluh kesah dari rekan-rekanku kemudian mencarikannya solusi.
***
Berat rasanya bukan?
Belum berpengalaman tapi baru masuk sudah punya bawahan, dan itu membuatku tercengang.
Pindah kerja bukan mencari enak-enak supaya gak dimarahin bos. Melainkan tanggung jawab lebih besar dibandingkan dulu aku menjadi bawahan yang kerja, tinggal kerja saja ga mikir harus bagaimana”. Meskipun kerjaanku dulu juga sama tanggung jawabnya besar, menjaga “harta orang lain” yang diperlukan kejujuran dan bekal “tidak mudah dibodohi
Karena kalau kita gampang percaya, maka akan fatal. Kerja dimana pun.
***
Alhamdulillah, tiba juga saatnya dimana akreditasi sudah dilalui. Semoga hasilnya baik. Mudah-mudahan kedepannya RS tempatku bekerja bisa semakin maju. Aamiin.
Kita bersama-sama merintis dari bawah dengan terus upgrade ilmu dan banyak belajar. Bismillah.

By :
Free Blog Templates