Saturday 24 February 2018

Semua yang Kutanam telah Kutuai

Selesai melaksanakan tugas praktik di Rumah Sakit, ada tugas skripsi yang siap menanti. Aku melaksanakan penelitian untuk skripsi pada bulan Juli tahun 2017 dan hanya berlangsung selama dua minggu. Setelah penelitian, aku segera diskusi dengan dosen pembimbing mengenai hasil penelitianku dan menyusun pembahasan hingga selesai. Sungguh tidak menyangka, aku bisa ikut sidang skripsi gelombang pertama. Tentunya, dengan segala pengorbanan yaitu ketiduran di kereta dan bus karena selalu tidur larut malam, sakit badan serta stress dikejar waktu. Sungguh, ingin mencapai suatu kesuksesan itu memang harus sakit dulu.
***
Tepat pada tanggal 29 Agustus 2017, aku sidang skripsi pukul sepuluh pagi. Dosen yang menilaiku ada tiga, pembimbing I, penguji I dan penguji II. Semua berjalan lancar. Aku dapat menjawab semua pertanyaan dengan tenang dan yakin sehingga dosen tidak menanyakan hal yang macam-macam. Aku dinyatakan lulus pada hari itu juga, tapi ada banyak revisi dari penguji. Tidak apa-apa, yang penting aku sudah lega karena sudah sidang. Pada saat revisi skripsi, aku wajib konsultasi dengan ketiga dosen tersebut dan dosen pembimbing II. Jadi aku harus mendapatkan tanda tangan empat dosen sebagai bukti bahwa revisi skripsiku telah disetujui.

Revisi yang kukerjakan juga tidak langsung disetujui dosen. Ditengah perjalanan revisi, mereka menambah-nambahkan sesuatu yang tidak didiskusikan pada saat sidang. Aku sangat lelah, harus merubah banyak skripsiku sampai lebih dari sebulan. Namun, tidak ada suatu perjuangan yang sia-sia. Meskipun nilai skripsiku tidak sebagus nilai praktik di Rumah Sakit, aku bersyukur nilai IP-ku semester delapan masih bagus. Tetapi, nilai rata-rata IP semester atau Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang aku raih tidak cumlaude atau diatas 3,50. Meski begitu, aku bersyukur IPK-ku bisa bertahan diatas 3,00 dan orang tuaku sama sekali tidak mempermasalahkan IPK-ku yang tidak cumlaude itu karena mereka tahu betul perjuanganku selama kuliah. Itu memang benar adanya, aku selalu sungguh-sungguh belajar dan tidak pernah main-main.

Seperti itulah kisah dari awal perkuliahan hingga lulus. Cukup berat hati ini selama itu karena harus perang melawan batin, karena segala permasalahan yang kuhadapi saat itu. Mungkin bagi kamu yang memiliki masalah yang lebih berat dariku, akan berpikir ini belum ada apa - apanya. Tapi, sungguh ... Aku lega sudah melewati fase-fase dimana mentalku diasah sedemikian rupa untuk menjadikanku lebih baik lagi.
Aku jadi teringat dengan suatu pepatah.. siapa yang akan menanam, dia yang akan menuai. Aku menanam proses .. proses yang tidak mudah. Menghadapi rintangan, melawan emosi, menghargai teman .. Hasilnya sudah kutuai sendiri. Nilai yang cukup baik, emosi yang bisa kukontrol, ketika ingin marah karena lelah aku masih tetap bisa menahan dan tidak memasukkan kedalam hati. Aku juga akhirnya bisa perlahan menghargai pendapat teman.
Semoga kisah ini bisa jadi pembelajaran untuk pembaca serta pasti banyak hikmah yang dapat dipetik juga dari sini.  

Perang itu --- Belum Berakhir

Selama bertugas memantau pasien, aku mengalami kegagalan sebanyak tiga kali. Pertama, pasien usus buntu gagal dipantau karena pindah ruangan, kedua pasien anemia gagal karena pulang, ketiga pasien tumor usus besar gagal karena penyakitnya terlalu berat dan disuruh oleh AG untuk mencari pasien lain. Rasanya aku mau pulang ke rumah saja ingin menyudahi ini karena lelah sekali sudah dua hari mau selesai, pasien malah pulang atau meninggal.
Aku berharap pasien keempatku ini bisa selesai sampai tuntas. Penyakitnya yaitu Stroke Hemoragic Intracerebral Hematoma atau disebut stroke (pecahnya pembuluh darah diotak) dengan komplikasi DM dan Hipertensi. Jadi, aku memberikannya diet DM nomor sekian dan diet rendah garam serta menyesuaikan Tekanan Darah (TD) pasien termasuk kedalam kategori derajat sekian. Alhamdulillah tiga hari berturut-turut bisa selesai sampai tuntas.
Masih ada perjuangan berikutnya. Setelah selesai pemantauan, aku masih harus konsultasi kepada AG dan ini cukup menguras tenaga dan otak. Aku bolak-balik karena disuruh ganti dietnya, otomatis aku juga harus mengganti angka-angkanya yang membuat laporanku berubah semua sampai halaman terakhir. Namun aku tidak menyerah, kuturuti semua perintah AG. Sampai dimarahi pun aku rela. Justru, aku merasa bersyukur beliau selalu memberi tahu kesalahanku.
Akhirnya, setelah sekian lama laporanku selalu direvisi oleh AG, sampai beliau bilang “Saya bosan melihat kamu lagi, kenapa sih laporannya salah terus? Kamu orangnya kurang teliti, coba perbaiki lagi, saya tidak mau laporannya seperti ini”. Meskipun sejuta kritikan pedas selalu terlontar dari AG, aku tidak pernah memasukkannya kedalam hati. Pada saat presentasi, sepuluh orang AG konsentrasi memperhatikanku, tetapi hanya satu orang yang bertanya. Pertanyaannya tidak susah dan banyak mengandung saran jadi aku dengan percaya diri menjawabnya. Nilai yang kudapat juga sangat memuaskan.

***
Last sekuel = "Semua yang kutanam telah kutuai"

Perang di Kampus dan di Rumah Sakit

Akhirnya, dengan kerja keras, aku bisa sidang proposal skripsi gelombang pertama pada tanggal 8 Maret 2017. Judul proposal skripsiku ditentukan oleh Ketua Jurusan dan sungguh tidak beruntung, judul yang disarankan beliau tidak sesuai dengan keinginanku. Mendalami judul yang tidak kusukai bukanlah perkara yang mudah, aku harus terus belajar mengenai ruang lingkupnya, hingga benar-benar paham sampai bisa merencanakan apa yang akan kulakukan untuk penelitian skripsi. Tugas proposal sudah selesai, masih ada tugas berat lain yaitu Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Rumah Sakit yang cukup menguras tenaga dan otak. Tidak bisa sambil menyelam minum air, kedua tugas itu harus fokus dikerjakan satu-satu.
Tugas yang kulakukan saat praktik di Rumah Sakit yaitu memantau asupan gizi pasien rawat inap. Aku harus mencari pasien yang punya masalah gizi atau asupan makan. Jika sudah dapat pasien, aku harus menentukan diet pasien itu misalnya dia punya penyakit Diabetes Melitus (DM), maka aku harus memberikan diet DM nomor sekian karena dietnya ada bermacam-macam tergantung kebutuhan energinya. Kemudian aku juga harus membuat takaran makanannya sesuai dengan kebutuhan pasien dan masuk ambang batas toleransi. Jika tidak, maka akan salah semua perhitungannya. Pekerjaan yang aku lakukan harus dikonsultasikan kepada Ahli Gizi (AG), agar bisa diberikan masukan dan saran. Lalu aku memantau perkembangan asupan makan pasien selama tiga hari berturut-turut. Jika pasien itu pindah ruangan, dipulangkan dokter atau meninggal, maka aku harus mencari pasien lagi.

***
After this = "Perang itu ... Belum Berakhir"

Kesempurnaan yang Melebihi Dugaan

Semakin tinggi tingkat, maka semakin sulit mata kuliahnya. Semester enam terasa sangat menakutkan bagiku. Mata kuliah kompetensi telah memenuhi pikiran dan menghabiskan tenagaku. Bukan teori lagi yang kupelajari, melainkan praktik mengaplikasikan teori yang sudah dipelajari selama lima semester dalam ruang lingkup yang berkaitan dengan jurusanku. Tugas praktiknya yaitu mencari kasus pasien dengan penyakit Tuberculosis (TBC) di Rumah Sakit, kemudian dikaji data-datanya, berkunjung ke panti sosial untuk menilai status gizi orang-orang lanjut usia, datang ke catering untuk menilai bagaimana penyelenggaraan makanannya dan melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama sebulan di Cianjur.
***
Tidak terasa waktu cepat berlalu. Perasaanku lega karena sudah menyelesaikan semua tugas, ujian semester enam digantikan oleh tugas praktik kompetensi tersebut. Aku sangat penasaran IP-ku berapa sekarang. Sungguh tidak disangka, aku mendapat IP 4,00. Jujur, aku tidak berharap terlalu tinggi mendapatkan IP sesempurna itu, bersyukur sekali hasil kerja kerasku tidak sia-sia. Tidak selamanya manusia berada dibawah maupun diatas, dunia ini seperti roda berputar. Keterpurukan tidak boleh membuatku putus asa, dan kenikmatan juga tidak boleh membuatku menjadi tinggi hati. Jadi, walaupun aku sangat senang mendapat IP tinggi, tetapi aku tidak boleh merendahkan orang lain dan masih harus terus belajar.

Selepas semester enam, aku mendapatkan tugas yang tidak kalah luar biasa disemester tujuh sampai delapan. Aku yakin, banyak mahasiswa yang dilanda ketakutan saat harus berhadapan dengan tugas ini, ketakutannya yaitu tidak bisa lulus tepat waktu. Tugas itu adalah proposal skripsi dan skripsi.
***
Next = "Perang di Kampus dan di Rumah Sakit"

Menerima, Introspeksi, Memperbaiki

Naik semester lima, ada salah satu mata kuliah yang sudah mulai menjurus tentang cara menyusun skripsi yaitu metode penelitian. Meskipun masih umum pembahasannya, tetapi aku harus serius. Bukan hanya serius dimetode penelitian saja tetapi juga mata kuliah yang lain. Pada semester ini, aku rajin mengejar nilai tambahan bagaimanapun caranya. Sebagai contoh, pada saat ujian dimana dosen hanya mewajibkan untuk mengumpulkan berkas tugas metode penelitian saja, aku mengajukan diri untuk presentasi, padahal itu tidak wajib. Dosen juga memberikan kebebasan siapa saja yang bersedia untuk presentasi. Pada saat mata kuliah diagnosa gizi, aku antusias untuk menjawab pertanyaan dosen atau sering bertanya kepada teman yang sedang presentasi.
***
Masalah sulit untuk menyelaraskan berbagai pendapat kedalam satu persepsi dengan teman kelompok terulang lagi disemester ini. Aku mengerti setiap orang mempunyai pendapat yang berbeda-beda, dan aku tidak pernah merasa menjadi ketua dalam kelompok tersebut. Kudengar mereka tidak suka kepadaku, katanya aku terlalu banyak mengingatkan hingga mereka bosan mendengarku. Padahal maksudnya supaya mereka tidak lupa dengan tugasnya agar bisa lanjut dikerjakan dengan teman yang lain dan tidak terhambat. Akhirnya aku lebih memilih untuk diam, tidak terlalu banyak mengingatkan. Percaya saja kepada temanku. Toh kalau ada apa-apa, risiko ditanggung bersama dan dia nanti juga akan merasa bersalah serta bisa menjadikan kesalahan itu sebagai pelajaran. 
***
Alhamdulillah, tidak terasa ujian semester lima telah usai dan akhirnya IP-ku naik lagi. Tentunya dengan kerja keras dan tidak menyontek pada saat ujian, meskipun tidak mencapai IP seperti semester satu dan dua. IP yang kudapat adalah 3,30. Walaupun IP sudah naik, tetapi semangat belajarku tetap harus ditingkatkan, aku harus lebih keras lagi belajarnya supaya nilaiku stabil. Ini bukan semata-mata karena mengejar nilai, tetapi aku bisa mengukur kemampuanku melalui akademik, apalagi jika dilakukan dengan jujur. Dari sini aku bisa membuktikan kepada orang tuaku bahwa aku telah kuliah dengan sungguh-sungguh.

***
Move to sekuel = "Kesempurnaan yang Melebihi Dugaan"

Tidak Sesuai Harapan

Pada tahun 2015, aku menempuh ujian semester tiga dan kali ini nilai IP-ku turun yaitu menjadi 3,00, mungkin karena kurang giat belajar, padahal aku sudah tahu semester ini pasti lebih berat lagi. Seperti itulah kenyataan yang harus kuterima, jadi aku harus semangat untuk memperbaiki IP-ku yang turun. Seperti biasa setelah ujian, aku menikmati liburan di kota tinggalku di Karawang. Walaupun liburnya hanya sebulan, tidak seperti libur saat pergantian semester genap ke ganjil yang mencapai tiga bulan, aku sangat menikmatinya. Terlebih teman-temanku disana sudah menunggu kepulanganku.
***
Liburan tidak terasa telah usai, saatnya aku kembali kedalam rutinitasku yaitu kuliah dan siap menghadapi mata kuliah yang lebih sulit lagi serta banyak praktiknya yaitu semester empat. Pada semester ini, aku sering mengalami masalah yang menurutku lumayan membuatku stress dan naik darah. Masalah kuliah, teman dan lain-lain. Aku belum cukup dewasa menghadapi permasalahan sehingga sering melampiaskan kemarahanku terhadap orang lain. Hidupku jauh dari keluarga, aku bingung harus bercerita dengan siapa di rumah saudaraku yang terletak di Jakarta Barat. Perasaan canggung, tidak enak, serba salah, takut ini itu selalu menyelimutiku setiap saat. Aku ingin sekali cepat lulus kuliah agar bisa kembali ke rumahku yang sesungguhnya dan mencari pekerjaan disana.
***
Aku bekerja sama dalam suatu kelompok, ternyata menyatukan banyak pemikiran menjadi satu persepsi itu bukan suatu perkara yang mudah. Aku mengalami tekanan batin yang luar biasa karena dalam satu tim, ada teman yang kerjanya tidak maksimal atau kurang memuaskan, jadi terpaksa harus kuperhatikan lagi tugasnya karena semua anggota wajib mengoreksi ulang demi nilai yang memuaskan.
Sekian lama menjalani semester ini, ujian pun siap untuk ditempuh. Aku belajar giat, berusaha untuk memperbaiki IP-ku yang sempat turun, tetapi ternyata harapanku tidak sesuai dengan kenyataan. Ada dua mata kuliah yang nilainya C dan itu membuatku sangat terpukul karena menjatuhkan IP-ku dari 3,00 menjadi 2,96. Hatiku hancur saat itu, aku merasa sudah belajar tapi hasilnya tidak sesuai, dan tentunya butuh waktu lama untuk berlapang dada. Namun, IP dibawah 3,00 tidak menurunkan semangat belajarku, aku berpikir Allah tidak akan memberikan ujian diluar batas kemampuan umatnya. Itu artinya aku bisa melewati ini semua. Dibalik IP-ku yang turun, pasti ada rencana Allah yang lebih indah.
***
Lanjutan = "Menerima, Introspeksi, Memperbaiki"

Sangat Tergores

Padahal, aku selalu berusaha mengerjakan tugas dengan baik, tetapi mereka tetap berlaku sinis kepadaku. Bahkan, salah satu dari mereka ada yang bilang aku lambat memotong sayuran. Saat itu tanganku sedang terluka karena teriris pisau sebelum berangkat ke lokasi, jadi aku sangat berhati-hati. Mereka semua bisa memasak nasi tidak menggunakan magic jar, sedangkan aku belum bisa. Saat itu aku ingin membantu memasak, tetapi mereka selalu menyuruhku untuk mengerjakan pekerjaan yang lain saja. Akhirnya aku memutuskan untuk menyuci piring.
Malam telah tiba, tubuhku terasa sakit, meriang, dan sudah tidak bisa maksimal lagi untuk bekerja. Jadi, aku izin kepada salah satu teman satu divisi untuk beristirahat di ruang sebelah dapur. Senior yang duduk disampingku menanyakan keadaanku “Kamu sakit? Kenapa kerjanya tidak bergantian saja supaya bisa kebagian istirahat? Istirahat di kamar saja dik” Aku hanya diam, tubuhku sudah lemas sekali. Akhirnya aku masuk kedalam kamar dan tidur. Keesokan harinya, Kia datang ke kamar dan menyuruhku untuk membantu teman-teman di dapur dengan nada sinis. Dia mengungkapkan rasa kecewa dengan nada sinis karena aku tidak membantu teman yang lain di dapur, kemudian akan membicarakan soal ini untuk evaluasi nanti. Aku tahu seharusnya dari awal aku izin ke Kia mengenai kondisiku, tetapi pada saat itu Kia sedang tidak ada didapur, jadi aku hanya memberi tahu teman yang lain, tubuhku juga sudah sakit sekali.
Selesai sudah kegiatan itu, sepulang dari sana aku menangis, hatiku tergores karena perbuatan Kia, kenapa dia seperti itu? Tidak membicarakan ini secara baik-baik. Dua hari berikutnya, para pengurus HIMA Gizi serta panitia lainnya dipertemukan untuk evaluasi di kampus. Tidak semua datang, tapi aku bertekad untuk datang. Semua kekurangan dan kesalahan pada saat acara yang telah berlangsung akan dibicarakan, agar kedepannya bisa lebih baik lagi. Lalu, aku terkejut Kia membuka suara soal itu, dia berkata sambil melirik kearahku, “Ada salah satu anggotaku yang kerjanya cuma tidur saja tidak membantu yang lain”. Tanpa rasa takut aku tunjuk tangan untuk mengklarifikasi itu semua. Teman-teman yang lain langsung menegurnya “Kia, kamu tidak seharusnya membicarakan kesalahan anggotamu didepan kita semua, kalau dia punya salah, sebaiknya didiskusikan dengan teman-teman satu divisi”. Mereka membelaku karena walaupun aku tidak masuk kedalam organisasi kepengurusan, tapi aku masih mau berpartisipasi untuk membantu acara HIMA Gizi. Kia hanya tertawa kecil, lalu meminta maaf. Aku tidak menyangka dia akan menjatuhkanku didepan banyak orang.

***
Jika pembaca berkenan untuk membaca cerita selanjutnya, boleh banget, silahkan :) "Tidak Sesuai Harapan"

Sebelum Berperang

Terlahir menjadi anak sulung dituntut harus mandiri, kuat dan bisa memberikan contoh yang baik untuk adik-adiknya. Aku adalah anak pertama dari tiga bersaudara yang berasal dari keluarga berkecukupan. Usiaku 22 tahun. Kisahku bermula dari awal aku masuk kuliah, mengalami masa sulit ditengah perkuliahan, masalah pertemanan hingga masa yang paling menakutkan diakhir kuliah. Aku yakin, bagi yang sudah pernah duduk dibangku kuliah pasti pernah merasakan hal yang sama seperti diriku, dan untuk yang akan kuliah atau belum pernah kuliah, kisah ini dapat dijadikan pelajaran serta motivasi bagi pembaca.
Pada tahun 2013, aku mulai memasuki bangku kuliah program S1 di Perguruan Tinggi Swasta Islam, Jakarta Selatan. Jurusan yang kuambil adalah Ilmu Gizi, karena aku memang sangat minat dibidang tersebut dari SMA. Sebelumnya, aku sempat daftar disalah satu Perguruan Tinggi Negeri di Bogor dan Purwokerto melalui jalur seleksi online, tetapi gagal dan hal itu tidak membuatku berkecil hati, karena kesempatan untuk menuntut ilmu ada dimana saja.
Tahun 2013 berlalu, bulan Januari tahun 2014 aku melaksanakan ujian akhir semester satu, dan Alhamdulillah nilaiku bagus-bagus, apalagi untuk mata kuliah Ilmu Gizi Dasar. Aku mendapatkan nilai terbaik satu angkatan. Itu adalah suatu hal yang mengejutkan, dan dosen mata kuliah tersebut menghadiahiku sebuah buku Gizi Daur dalam Kehidupan karya Sunita Almatsier, aku sangat senang sekali. Indeks Prestasi (IP) yang kudapat pada saat semester satu dan dua cukup memuaskan yaitu 3,41. Aku bertekad untuk meningkatkannya lagi pada semester berikutnya.
Saat memasuki semester tiga, aku berpartisipasi dalam acara Latihan Kepemimpinan Tingkat Dasar sebagai panitia konsumsi. Acara tersebut, diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Gizi (HIMA Gizi). Kegiatan itu dilaksanakan selama tiga hari dua malam pada bulan November akhir, tahun 2014 di Mega Mendung, Bogor. Di sini, aku mendapatkan pengalaman buruk yang tidak pernah kuduga sebelumnya. Aku bekerja sama dengan lima orang panitia konsumsi, dan ketuanya adalah Kia. Dia teman dekatku di kampus saat itu. Jujur, aku merasa seperti tidak dianggap dalam kelompok tersebut, entah karena tidak unggul atau mengapa. Aku pernah memberikan saran kepada Kia mengenai makanan selingan yang akan diberikan kepada peserta, tetapi dia menjawabnya dengan membentak.

Kisah ini adalah nyata, yang penulis alami sendiri. Berikut ada sekuelnya yang berjudul "Sangat Tergores"

Wednesday 21 February 2018

Kenangan Tegal Kota Bahari

    Pagi itu, hari Sabtu tepatnya tanggal 03 Februari 2018, sebuah pesan singkat memberitahuku saat baru saja bangun tidur.
Ternyata pesan itu bukan sembarang pesan biasa, melainkan pemberitahuan yang kuanggap tantangan pertama untuk menggapai cita-cita.
Panggilan tes kerja di salah satu Rumah Sakit di Kabupaten Tegal. Aku sangat senang .. walaupun aku tahu, nanti masih harus bersaing dengan teman seperjuangan tes.
Segera kuberitahu orang tuaku, awalnya papa ragu-ragu mengijinkanku untuk mengikuti tes itu, tapi mama sangat antusias ingin aku bekerja disana. Sedangkan, aku sendiri biasa saja. Senang pasti, karena sudah sekian lama aku lamar kerja belum ada satupun panggilan, ini adalah panggilan pertama. Tapi tetap tergantung ijin orang tua, jika keduanya setuju maka tanpa berpikir panjang, aku akan berangkat.

    Akhirnya setelah berdiskusi, orang tuaku setuju dan malam itu juga kami (aku dan orang tuaku) berangkat ke Brebes untuk menginap selama semalam dirumah budeku.
Selesai menginap, orang tuaku pamit pulang dan menitipkanku kepada kakak sepupu (perempuan) yang rumahnya tidak jauh dari rumah bude. Disana aku disambut hangat oleh keluarga kakakku. Bahkan, dalam sehari saja aku sudah akrab dengan anak perempuannya yang masih balita.
Hari Senin, aku mempersiapkan dengan matang apa saja soal yang kemungkinan keluar pada saat tes. Membaca dan merangkum materi gizi, kemudian kubaca berulang-ulang.
Keesokan harinya, sebelum kakakku berangkat ke kantor, aku diantar olehnya ke Rumah Sakit naik mobil. Dia mengantar aku sampai bertemu dengan panitia pelaksanaan tes. Setelah itu, aku masuk ke ruangan yang terdiri dari beberapa calon pegawai (Ahli Gizi).

    Untuk jurusan Gizi, yang ikut tes hanya 11 orang, namun aku tidak tahu berapa banyak AG yang dibutuhkan di RS ini. Tapi yang sangat membludak adalah peserta perawat, yaitu sekitar 100 orang. Wah, RS ini sepertinya butuh banyak sekali perawat. Dua lowongan terakhir yaitu Customer Service dan Pendaftaran yang aku tidak ingat berapa banyak jumlah pesertanya.
***
    Sebelum tes, aku berkenalan dengan teman calon AG disekitarku. Mereka baik-baik sekali, ramah dan kami cepat akrab. Setelah tes tulis selesai, aku dipanggil untuk wawancara dan tes komputer, begitu keluar dan kembali ke ruangan, teman-teman menanyakan apa yang Ahli Gizi dan HRD tanyakan kepadaku serta tes komputernya bagaimana. Tes komputernya yaitu, peserta disuruh membuat menu sehari untuk pasien Diabetes Melitus dalam suatu aplikasi. Kebutuhan kalori dan zat gizi lainnya mutlak ditentukan oleh Ahli Gizi dalam bentuk persentase dan harus selesai dalam waktu 10 menit sudah termasuk menghitung dari persentase menuju satuan gram. Alhamdulillah aku sudah terbiasa menggunakan aplikasi itu di kampus ketika mengerjakan tugas. Aplikasi tersebut digunakan sebagai cara cepat/alternatif untuk menghitung asupan zat gizi. Tetapi, ketika mengerjakan tugas harian kampus, aku harus menggunakan Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI) untuk menghitung seluruh jumlah asupan zat gizi. Jadi, untuk latihan/tugas memang harus manual.
***
   Aku berteman bukan hanya dengan 1 atau 2 orang saja, tetapi kami ngobrol dengan teman satu ruangan sambil menunggu giliran untuk dipanggil, sehingga jadi kenal. Semuanya saling berbagi dan mendengarkan tentang pengalaman kerja mereka di RS sebelumnya.
Semua tes sudah dilakukan, HRD bilang bahwa hasil semua tes nanti akan diumumkan lagi lewat sms/telepon dan facebook. Jarum jam menunjukkan angka 14.30, aku segera memesan ojek online dan begitu dapat, aku pamit dengan temanku duluan.
***
    Aku memutuskan untuk pulang ke Karawang hari Rabu naik kereta. Baru pertama kali aku naik kereta jarak jauh sendirian. Tiket segera kupesan online pada hari selasa malam, tetapi kereta ekonomi Tegal Ekspres ternyata tidak berhenti di stasiun Karawang. Jadi, kupilih tujuan akhir stasiun Cikampek yang dekat dengan Karawang. Harga tiket relatif murah yaitu 49 ribu ditambah administrasi lainnya jadi totalnya 56 ribu.
Saat mau berangkat ke stasiun, aku diantar oleh kakak sepupu ipar pakai mobil, dan mengucapkan terimakasih kepadanya. Sebelumnya, aku juga sudah bilang makasih kekakak sepupuku karena sudah mau direpotin dan memberikanku oleh-oleh telur asin segala.
***
  Jam sudah menunjukkan angka 14.04, waktunya aku naik kereta. Yeaay!! Berasa sedang berpetualang saja, sendirian naik kereta. Tempat dudukku di kursi 1 A gerbong 7. Ternyata cuma aku sendiri yang duduk disana. Kursi keretanya sama persis dengan KA lokal Purwakarta/Cikampek-Tanjung Priuk yang biasa kunaiki ketika hendak pergi ke Jakarta. Hanya saja AC-nya lebih dingin dan aromanya harum sekali.
Waktu tidak terasa begitu cepat, 3 jam 22 menit perjalanan sudah kutempuh sehingga aku sampai di stasiun Cikampek dengan selamat. Papaku sudah menunggu di parkiran, kami pulang dan mampir makan sop iga + ikan nila di rest area setelah tol Cikampek.


Pengalaman ini sungguh berharga, tentunya akan menjadi kenangan yang indah dan luar biasa…
Untuk hasilnya nanti.. kupasrahkan semua kepada Allah Swt... jika memang rezekiku Alhamdulillah,, jika belum/bukan juga tidak apa-apa...
Manusia wajib berikhtiar, berdo'a dan tawakal. Selebihnya Allah yang mengatur ..

By :
Free Blog Templates