Allah memberikan apa yang manusia butuhkan,
bukan berdasarkan apa yang manusia inginkan.
Mungkinkah kita memiliki keduanya? Sangat
mungkin. Tapi Allah bilang, kamu cukup dengan rezeki segitu, masih ada ujian lagi untukmu. Doorrrr…
Jangan bilang, kenapa sih rezeki dia lebih
bagus dari aku?
Kok dia bisa punya banyak uang sedangkan aku?
Buang jauh-jauh rasa membandingkan keadaan
diri sendiri dengan orang lain.
Apa yang mereka punya, itu semua adalah titipan/ujian dari-Nya.
Memang in the real life tak bisa sebijak teory, tapi setidaknya
kata-kata ini mampu membantu kamu supaya ingat bahwa Allah memberikan rezeki
sudah dengan porsinya masing-masing.
***
Dulu sempat menduga bahwa gaji besar adalah
sesuatu yang didapat dengan susah payah, penuh dengan perjuangan. Bahkan sampai
harus bekerja bertahun-tahun dulu baru bisa mendapatkannya.
Sebagian dugaan benar, sisanya keajaiban
Allah.
Aku punya bocoran untuk kalian yang mungkin
se-jurusan dengan ku yaitu kesehatan. Apabila kalian menginginkan untuk menjadi
jutawan dalam sekejab, kejarlah kegiatan penelitian terutama dari pemerintah.
Contoh : Riset Kesehatan Dasar, Riset Fasilitas Kesehatan, Riset Tenaga
Kesehatan, atau kalo kalian cukup punya nyali yang terlampau berani bisa ikut
Nusantara Sehat, dan masih banyak lagi.
Habisi rekrutment dari dinkes di daerah kalian.
Setelah keterima seleksi dan bekerja terus dapat honor kalian pasti merasakan “WAH”
bisa megang uang sebanyak itu. Freshgraduate gituuu. Kemudian membuat
saudara/teman kalian terbengong-bengong.
Maaf bukannya untuk pamer, tapi pasti orang bertanya, “kerja dimana dik”
dan kalianpun menceritakan keaslian kegiatan kalian berikut pertanyaan merembet
lainnya seputar gaji.
Walaupun sebetulnya, itu adalah privasi.
Nominal sangat sensitive. Gaji besar bisa membuat mereka iri, gaji kecil akan membuat
mereka menertawakan. Tapi bukan itu pointnya. Melainkan bagaimana kita pandai
mengelola uang yang sudah didapat dari jerih payah kita.
Gaji besar dan berkah : Kerja happy, walau
ada target dan tekanan. Nominal “WAH”. Hasilnya bermanfaat. Apapun yang
dipengen pasti kebeli.
Contoh
: Pernah mengikuti kegiatan penelitian dari kemenkes RI,
kontrak sebulan dan
dibayar 11,5 juta bertahap, 1 minggu pertama 3 juta dst.
Kebetulan
mendekati puasa, jadi pas dapet honor, berasa “GILA” makin gak nyangka bisa
ikut kegiatan kayak gini, kalau gitu gak usah kerja rutin, ikut aja freelance bgni pikir saya (biar cepet
tajir).
Auto
otw beli skin care yang 1 paket 400 ribuan, terus bagi-bagi THR ke saudara
karena ada rasa bangga juga. Baju lebaran kepakai 1 juta, di store langganan.
Semua keinginan, jajan, barang, wah cincai pokoknya. Gak pakai mikir seribu kali. Tapi tak
lupa untuk menyisihkan di ATM untuk ditabung.
Kenang-kenangan
terindah gaji besar yang pernah saya terima berujung kebahagiaan bagi diri
sendiri maupun orang lain.
Seleksinya
lumayan banyak saingan, sebelum bekerja, kita dilatih + materi dulu di hotel
selama 9 hari. Maka dari itu beruntung
saya bisa bergabung dalam Riset Kesehatan Dasar 2018.
Gaji besar kurang Berkah : Gaji besar tidak
sebanding dengan keikhlasan. Maksudnya, keikhlasannya gak ada tapi gaji besar.
Pasti gak enak banget. Artinya kamu gak happy, merasa bersalah, gak tenang
macem-macem deh.
Contoh
: Saya pernah kerja di perusahaan leasing besar, gaji perbulan 5 juta’an. Tapi
setiap hari gak pernah tenang karena apa? Saya terseret-seret disuruh marketing
juga (penawaran jaminan pinjaman/hutang ke orang). Itu pekerjaan yang paling
saya gak suka. Karena saya orangnya gak tegaan. Makanya saya gak pernah serius
untuk gaet customer. Biarin gak dapat bonus, jadi omongan bos pun sudah lumrah.
Kepikiran kerjaan sampai rumah udah jadi makanan sehari-hari. Selain itu apa
yang terjadi? Gaji 5 juta harusnya bisa saya tabung. 1 juta untuk kebutuhan
pribadi saya, sisanya masuk ATM. Tapi mana? Sebulan saya habis 3 juta. Padahal
saya bukan tipikal orang yang boros. Itu buat apa aja? Saya jarang nongkrong
ataupun beli barang-barang mahal juga. Paling untuk jajan makanan, skincare
juga standar. Kemudian laptop saya rusak terkuraslah tabungan saya untuk
membeli laptop baru (dari sisa gaji disana), besok-besoknya blender dapur di
tempat kerja saya yang baru (Rumah Sakit) rusak dan saya wajib menggantinya.
Perlahan-lahan harta saya bekas gaji disana telah dibersihkan.
Entahlah,
saya rasa Allah telah menegur saya supaya saya segera mencari pekerjaan yang
lebih baik, lebih jelas dan anti kontroversi kehalalannya. #bagi yang paham aja.
Walaupun saat itu tidak perlu menunggu waktu lama untuk saya resign karena
sudah dapat pekerjaan baru yaitu menjadi Ahli Gizi di Rumah Sakit, sesuai
dengan pendidikan saya.
Gaji kecil namun Berkah : Happy menjalaninya,
gaji cukup untuk kebutuhan sehari-hari, hidup damai dan tenang.
Contoh
1 : Kerja di Rumah Sakit daerah kabupaten Bekasi yang masih dekat dengan
Karawang (rumah saya), gaji dibawah UMR, jauh sekali dari gajiku sebelumnya,
separuhnya 5 juta. Bisa bayangin kan? Tapi Alhamdulillah cukup untuk keperluan
pribadi, karena makan masih sama orang tua. Sisanya masih bisa ditabung sekitar
500 ribu-1 jutaan. Hidup saya damai tanpa beban mikirin yang engga-engga.
Kemudian,
sudah 7 bulan bekerja saya memutuskan untuk resign dari RS itu dan kemudian
kerja di luar kota (Kota Bekasi) karena ada sesuatu yang tidak bisa saya
tolerir lagi, keuangan RS collapse sehingga gajian sering terlambat hingga
terparah 2 minggu baru gajian dan saya bertekad mencari pekerjaan yang manajemen
dan pengadaannya lebih baik lagi.
Contoh
2 : Bekerja di RSIA (Rumah Sakit Ibu dan Anak) daerah Kota Bekasi tidak seburuk
yang teman-teman saya pikirkan. Katanya gajinya harus lebih besar dari RS yang
lama, karena untuk menutupi biaya hidup yang tidak murah.
Tapi
setelah dijalani, mau tahu gaji saya tiga bulan pertama di tempat baru? Hanya 2
juta. Itu harus ke cover untuk bayar kontrakan, makan dan kebutuhan pribadi
saya. Tapi bisa? Bisa. Ke cover? Alhamdulillah. Kuncinya : Hidup prihatin.
Prihatin bukan berarti gak makan ya. Tapi pintar menimbang-nimbang mana yang
perlu, mana yang kurang penting. Sehingga saya tidak pernah sedikitpun minta
transfer ke orang tua, karena malu. Harusnya sudah kerja itu memberi bukan
meminta. Masyaallah, rezeki itu dari mana saja. Bukan saja dari gaji, tapi dari
orang lain, tiba-tiba kasih makanan, tiba-tiba
kasih apa. Sehingga gak perlu pusing mikirin gak punya uang.
Paling
kalau mentok uangnya sisa sedikit, gak usah jajan banyak” dulu yang penting
bisa makan berat. Dan gak kebanyakan nongkrong/shopping.
Jujur,
saya gak pernah shopping barang mahal di mall, baju saja saya beli di toko yang
murmer itupun untuk ganti-ganti buat kerja. Saya pun masih bisa membeli
beberapa buku bacaan yang saya sukai.
Lewat
dari 3 bulan, gaji saya menjadi 2,5 sampai tertinggi 3 juta pas. Tergantung jumlah
hari kerja.
Memang
masih dibawah UMR, tapi jujur saya merasa sangat terlatih membiayai hidup
sendiri, sehingga masih ada yang saya sisihkan untuk menabung sebesar 1-1,5
juta perbulan. Yang kata calon saya, nabungnya kebanyakan, jangan sampai gak
makan, karena dia tahu gaji saya kecil dibandingkan dengan perusahaan atau
kantoran. Padahal Alhamdulillah tercukupi untuk kebutuhan sehari-hari, bahkan
bisa nabung. Terus kalau pulang ke rumah, kasih uang jajan ke adik (pas gajian)
Kunci keberkahan adalah jangan suka foya-foya, berhemat dan bersyukur. Gak
perlu ngoyo ngiri dengan teman-teman yang jalan sana sini. Dijamin, Insyaallah hidup
berkah jauh dari kemudharatan, dan nyaman dihati.
#Menabunglah
selagi masih ada penghasilan, sehingga nanti bisa dipakai untuk modal usaha,
dan berguna juga untuk keadaan urgent
#Kalau
masih ada tanggungan, masih membantu orang tua atau adik sekolah, jangan
berkecil hati. Berkahmu ada di dalam hidup mereka selamanya. Walaupun belum
punya tabungan, yakinlah rezeki akan datang dari mana saja
#Berapapun
gajimu, syukuri dan nikmati karena berkah bukanlah dari seberapa besar gaji
tapi tentang bagaimana cara kamu mensyukuri hidup
Saya
senang melihat teman-teman saya bisa travelling, punya make up mahal dan
jalan-jalan. Tapi saya tidak iri/kepengen harus seperti itu juga. Karena saya
sudah pernah merasakan gaji dengan nominal yang sungguh besar dan ternyata
tidak memengaruhi saya untuk ngoyo, pengen kesana kemari, atau berfoya-foya. Pada dasarnya itu bukan kepribadian saya. Saya
dilahirkan dari seorang ibu rumah tangga (mantan wanita karir) sedangkan ayah
saya pegawai tetap di salah satu percetakan uang/BUMN, namun seumur-umur saya
dan kedua adik saya selalu diajarin hidup berhemat, dan Alhamdulillah kami
tidak pernah neko-neko ataupun menyusahkan orang tua.
#pelajaran hidup
berharga