Sunday 14 April 2019

Rumah Kedua


Menyenangkan memang. Disaat kita bisa bermanfaat untuk orang lain. Dalam hal apapun. Pekerjaan, pergaulan, dan lingkungan.
Singkat cerita. Dimana dulu sebelumnya aku pernah bekerja di suatu perusahaan finance yang terbilang cukup tinggi tekanannya. Bekerja untuk perusahaan dan pelayanan terhadap customer.

Namun panjang cerita, ketika aku memutuskan untuk bekerja di sebuah Rumah Sakit dengan maksud ingin merintis karir dari bawah berdasarkan ilmu yang kupunya. Bekerja untuk  kemajuan RS, mengembangkan ilmu dan melayani pasien.
Sungguh, aku pindah kerja bukan karena ga kuat mental atau bagaimana. Melainkan tekad yang sangat kuat untuk mengembangkan ilmu yang sudah kupelajari selama kuliah. Tanggung jawab terhadap profesi.


Sah-sah saja, apabila bekerja tidak sesuai dengan passion atau keahlian. Rezeki/kesempatan kerja, Allah yang mengatur. Betul.
Tidak semua orang memiliki peluang/kesempatan yang sama untuk bekerja sesuai dengan passionnya. Tidak menjadi masalah.

Disini, di tempat kerjaku yang sekarang. Aku banyak belajar hal, yang tentunya jauh berbeda dengan tempatku sebelumnya.
 Pelajaran hidup, hubungan dengan rekan kerja, semua ilmu yang kupunya dan sebagainya.
***
Aku mulai bekerja pada tanggal 6 Maret 2019. Beradaptasi dengan rekan kerja Alhamdulillah mudah tidak sulit. Mereka sangat baik-baik sekali. Sehingga aku cepat akrab dengan mereka semua. Disini adalah rumah keduaku. Dimana aku banyak menghabiskan waktu yang tentunya insyaallah bermanfaat.

Terlebih aku kaget, baru masuk sudah harus bisa memimpin pegawai instalasi gizi (pramusaji dan tenaga pemasak)
Jadi, aku wajib mengelola instalasi gizi dari bawah sekali. Dari yang tadinya belum ada produksi masak menjadi harus ada produksi. Karena mau ada akreditasi (penilaian Rumah Sakit).

Jauh sebelum akreditasi, produksi memasak dilakukan di Klinik (dengan nama yang sama seperti RS tempatku bekerja). Lalu didistribusikan ke RS sesuai jam makan pasien.
Aku mengerti, memang standar instalasi gizi di RS itu harus ada produksi memasak, dan diantarkan langsung ke kamar pasien. Bukan dengan cara produksi diluar kemudian dikirim ke RS.

Alhamdulillah, tidak lama setelahku masuk kerja dan berbicara dengan owner RS untuk produksi di dapur gizi. Dua minggu setelahnya, beliau menghadirkan seorang tenaga pemasak untuk memasak di RS. Pramusaji sudah ada satu yang memorsikan dan mengantarkan makanan. Kemudian beberapa minggu lagi HRD memperkenalkanku dengan tenaga pemasak baru. Jadi total yang masak ada 2 orang.
Aku merasa terbantu sekali dengan kehadiran mereka.

Tentunya aku punya tanggung jawab besar terhadap Instalasi Gizi dan pasien. Aku harus bisa mengontrol pegawai dapur, dan tidak lupa dengan keluhan pasien mengenai makanan. Disesuaikan juga dengan diagnosis penyakitnya.

Disini aku belajar sendirian. Tidak ada yang membimbing. Karena belum pernah ada Ahli Gizi sebelumnya. Jadi aku ahli gizi pertama yang bekerja di RS tersebut.
Maka aku harus rajin bertanya kepada teman (Ahli gizi) di RS lain, dan mencari informasi mengenai apa-apa saja yang terbaru, entah formulir, berkas lain yang wajib dimiliki oleh Ahli Gizi.
Caranya? Harus membaca banyak literatur serta ikut seminar.

Meskipun sejujurnya aku masih kurang membaca literatur karena kemarin masih sangat sibuk akreditasi hingga mengharuskanku untuk bermalam di RS demi kerja sama dengan tim PPI  (Pencegahan Pengendalian Infeksi) dimana didalamnya terdapat elemen tentang gizi. Jadi mau tidak mau aku harus ikut serta dalam penyusunan Kebijakan, Pedoman dan SPO (Standar Prosedur Operasional) yang berhubungan dengan gizi. Semua tentang gizi, aku yang membuatnya sendiri dengan sumber yang jadi patokanku yaitu PGRS (Pelayanan Gizi Rumah Sakit) tahun 2013 dari Kemenkes.
***
Setiap pagi, aku selalu membuka rekam medis pasien untuk melihat diagnosis pasien dan segala hal tentang hasil laboratorium, kemudian mencatat semua di lembar CPPT (Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi) >> include in rekam medis. Yang menulis dilembar tersebut yaitu dokter umum, dokter spesialis dan ahli gizi.

Dilembar tersebut aku menulis assesmen gizi dengan standar format ADIME (Assesment, Diagnosis Gizi, Intervensi serta Monitoring dan Evaluasi). Sudah terstandar untuk seluruh Ahli Gizi di Indonesia.

Setelah itu, aku berkunjung ke kamar pasien untuk mengukur LILA (Lingkar Lengan Atas) untuk menentukan status gizi menggunakan persentil LILA dan TL (Tinggi Lutut) untuk dikonversikan ke Tinggi Badan agar bisa mengetahui BBI (Berat Badan Ideal) kemudian baru bisa menghitung kebutuhan gizi, sekian kalori.

Banyak menghitung? Sudah pasti. Padahal dulu waktu sekolah aku sangat tidak suka menghitung, lebih suka membaca. Tapi ternyata kuliah dan kerjanya banyak menghitung :D
Setelah itu, aku kontrol dapur. Untuk memastikan bahan makanan aman konsumsi, serta mendengarkan keluh kesah dari rekan-rekanku kemudian mencarikannya solusi.
***
Berat rasanya bukan?
Belum berpengalaman tapi baru masuk sudah punya bawahan, dan itu membuatku tercengang.
Pindah kerja bukan mencari enak-enak supaya gak dimarahin bos. Melainkan tanggung jawab lebih besar dibandingkan dulu aku menjadi bawahan yang kerja, tinggal kerja saja ga mikir harus bagaimana”. Meskipun kerjaanku dulu juga sama tanggung jawabnya besar, menjaga “harta orang lain” yang diperlukan kejujuran dan bekal “tidak mudah dibodohi
Karena kalau kita gampang percaya, maka akan fatal. Kerja dimana pun.
***
Alhamdulillah, tiba juga saatnya dimana akreditasi sudah dilalui. Semoga hasilnya baik. Mudah-mudahan kedepannya RS tempatku bekerja bisa semakin maju. Aamiin.
Kita bersama-sama merintis dari bawah dengan terus upgrade ilmu dan banyak belajar. Bismillah.

0 comments:

Post a Comment

Hey! Somebody comment!

By :
Free Blog Templates