Pernahkan kamu berpikir, kapan
waktu yang tepat untuk menjalin sebuah hubungan?
Sekedar suka? Wajar.
Disini tidak akan ada bahasan yang mengandung konteks
keagamaan melainkan perlukah mempunyai hubungan sebelum waktunya?
Maka akan kuulas disini menurut versiku.
Kalau kamu punya versi yang lain boleh, komen dibawah ya. Bebas. Kalau pro
denganku berarti kita sejalan, tapi kalau kontra? Tenang …. Ini tentang sebuah
pemikiran dan bukan berarti harus selalu sama kan?
Baik, maksudku menyampaikan narasi ini
yaitu untuk berbagi pengalaman berdasarkan apa yang aku rasakan sedari kecil –
masa sekolah – kuliah sampai sekarang (bekerja). Beserta pola asuh orang tuaku
yang membentuk dan menjadikanku seseorang dengan pribadi seperti ini.
***
Adel merupakan
seorang gadis penurut anak pertama dari 3 bersaudara. Semua nasihat dan
larangan hampir jarang ada yang gak dipatuhin. Terkecuali : minum es. Karena
dari kecil emang susah banget buat ngilangin ngga minum air es. Hahaha.
Sedari kecil
sering liat teman suka-sukaan sama lawan jenis. Ya gapapa sih. Toh mereka kayak
masih malu-malu gitu kan. Ya jadi biasa aja, aku pun juga pernah.
Mulai SMP,
sedikit ngerti tentang pacaran itu apa. Yaitu keterikatan hubungan antar lawan
jenis. Kamu milik aku, dan aku milik kamu.
Banyak banget
yang pacaran waktu SMP, serasa mereka keren dan aku ngenes banget. Kayak gak
ada yang mau, apa karena jelek ya. Whatever.
Setelah itu
mulailah kepo nanya-nanya ke mama. “Mah,
si ini punya pacar, ganteng lohh, temen sekolah juga”. Biarin, kamu gak
usah ikut-ikutan dia.
Pacaran tuh gak
baik mba, apalagi kamu masih sekolah, udah belajar aja yang benar.
Seperti itulah
respon mamaku, saat aku bercerita tentang temanku yang berpacaran. Jadi dalam
mindsetku pacaran itu benar-benar buruk. Dan sebisa mungkin aku hanya ingin
bergaul dengan teman yang gak punya pacar juga.
Bukannya takut
iri ya. Tapi gak tau kenapa kayak yang gimana gitu kalo punya teman tapi dia
pacaran mulu. Risih. Dan di dalam mindsetku cewek yang punya pacar pada waktu
sekolah adalah cewek centil. Dan disitu aku merasa cewe yang gak centil dan
cupu. Karena saking gak pernah deket sama cowo pada waktu SMP.
Dan benar saja
aku berteman dengan cewe-cewe jomblo, dan kita kalau main membahas tentang
apapun, suka sama cowo aja bareng-bareng hahaha. Jadi kita suka sama cowo yang
sama. Tapi kita anggap itu just for fun bukan buat pacaran.
Alhamdulillah
selama SMP aku tidak goyah sama sekali jadi gak ada yang namanya backstreet, diam-diam berpacaran dengan
siapa gitu. Karena saking kuatnya doktrin mamaku ke dalam otakku. Sampai ingin melanggar
aja aku ciut tak ada keberanian sama sekali. Saking takut akan dampaknya
pacaran yang sudah diuraikan oleh mamaku.
***
Loh tapi gimana,
aku bisa patuh sama doktrin itu, padahal terkesan sepele hanya lewat kata-kata
saja?
Pertama,
mama menegaskan aku gak akan pernah diizinkan pacaran selama sekolah. Artinya
aku dituntut untuk menyelesaikan sekolah dulu sampai kuliah. Setelah itu ….
Lain lagi ceritanya.
Kedua,
aku dituntut sekali untuk belajar rajin. Mamaku melarang pacaran sebab,
khawatir nilaiku menurun karena aku tipe orang yang harus bekerja keras dulu
baru mendapatkan hasil yang bagus. Jadi gak bisa santai-santai tau-tau dapat
hasil bagus.
Ketiga,
khawatir akan pergaulan bebas akibat pacaran jaman sekarang. Banyak pelajar
atau mahasiswa yang hamil diluar nikah dan masa depannya hancur karena awalnya
pacaran. Nilai yang turun akibat sering
pergi dengan pacar karena malas belajar, dan kejadian sering membohongi ortu,
bahkan sampai mama menjelaskan pacaran
gak ada gunanya hanya menyusahkan ortu apalagi sang laki-laki berlaga bayarin
perempuannya makan/jajan padahal belum bekerja.
Keempat,
masa lalu mamaku. Selama sekolah mamaku tidak pernah pacaran. Wah pantas saja ingin
diturunkan ke anak-anaknya. Stigma pacaran itu buruk saat sekolah, merupakan doktrin
yang baik untukku.
Kelima,
tidak mengekang. Mamaku tidak pernah mengekang aku bergaul dengan siapapun.
Asalkan jelas asalnya, laki-laki pun ga masalah. Yang penting tahu batasannya.
Misal, kerja
kelompok di rumah laki-laki, itu tidak masalah. Asalkan ramai-ramai.
Keenam,
nasihat yang tidak pernah putus. Setiap ingin keluar rumah selalu ditanya, mau
pergi sama siapa, dimana, dan pulangnya jangan telat-telat.
Atau jika
ternyata ada laki-laki yang mendekatiku, mama ga pernah absen untuk
mengingatkan. “Kamu suka sama dia boleh,
itu normal, tapi ingat jangan pacaran dan jaga jarak ya” berteman biasa
saja. Kalau dia ngajak pacaran, jangan mau ya. Ingat, kamu belum waktunya boleh
pacaran.
Dengan mudahnya
aku menurut. Bak dihipnotis. Tidak pernah sedikitpun aku diam-diam menjalin
hubungan lebih dari teman dengan laki-laki. Seakan-akan kayak kontrak wajib,
pokoknya kalau sekolahnya belum selesai gak boleh. Aturan itu tidak pernah
berubah.
Selama
SMA pun perilakuku masih sama. Nurut. Tidak pernah membangkang sama sekali.
Bersambung ......
Simak cerita berikutnya dalam judul "Cinta setelah Cita-cita" :)
0 comments:
Post a Comment
Hey! Somebody comment!