Terlahir menjadi
anak sulung dituntut harus mandiri, kuat dan bisa memberikan contoh yang baik
untuk adik-adiknya. Aku adalah anak
pertama dari tiga bersaudara yang berasal dari keluarga berkecukupan. Usiaku 22
tahun. Kisahku bermula dari awal aku masuk kuliah, mengalami masa sulit
ditengah perkuliahan, masalah pertemanan hingga masa yang paling menakutkan
diakhir kuliah. Aku yakin, bagi yang sudah pernah duduk dibangku kuliah pasti pernah
merasakan hal yang sama seperti diriku, dan untuk yang akan kuliah atau belum
pernah kuliah, kisah ini dapat dijadikan pelajaran serta motivasi bagi pembaca.
Pada tahun 2013,
aku mulai memasuki bangku kuliah program S1 di Perguruan Tinggi Swasta Islam,
Jakarta Selatan. Jurusan yang kuambil adalah Ilmu Gizi, karena aku memang sangat
minat dibidang tersebut dari SMA. Sebelumnya, aku sempat daftar disalah satu Perguruan
Tinggi Negeri di Bogor dan Purwokerto melalui jalur seleksi online, tetapi
gagal dan hal itu tidak membuatku berkecil hati, karena kesempatan untuk
menuntut ilmu ada dimana saja.
Tahun 2013 berlalu,
bulan Januari tahun 2014 aku melaksanakan ujian akhir semester satu, dan
Alhamdulillah nilaiku bagus-bagus, apalagi untuk mata kuliah Ilmu Gizi Dasar. Aku
mendapatkan nilai terbaik satu angkatan. Itu adalah suatu hal yang mengejutkan,
dan dosen mata kuliah tersebut menghadiahiku sebuah buku Gizi Daur dalam
Kehidupan karya Sunita Almatsier, aku sangat senang sekali. Indeks Prestasi
(IP) yang kudapat pada saat semester satu dan dua cukup memuaskan yaitu 3,41.
Aku bertekad untuk meningkatkannya lagi pada semester berikutnya.
Saat memasuki
semester tiga, aku berpartisipasi dalam acara Latihan Kepemimpinan Tingkat Dasar
sebagai panitia konsumsi. Acara tersebut, diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Gizi
(HIMA Gizi). Kegiatan itu dilaksanakan selama tiga hari dua malam pada bulan
November akhir, tahun 2014 di Mega Mendung, Bogor. Di sini, aku mendapatkan
pengalaman buruk yang tidak pernah kuduga sebelumnya. Aku bekerja sama dengan
lima orang panitia konsumsi, dan ketuanya adalah Kia. Dia teman dekatku di kampus
saat itu. Jujur, aku merasa seperti tidak dianggap dalam kelompok tersebut,
entah karena tidak unggul atau mengapa. Aku pernah memberikan saran kepada Kia
mengenai makanan selingan yang akan diberikan kepada peserta, tetapi dia menjawabnya
dengan membentak.
Kisah ini adalah nyata, yang penulis alami sendiri. Berikut ada sekuelnya yang berjudul "Sangat Tergores"
Kisah ini adalah nyata, yang penulis alami sendiri. Berikut ada sekuelnya yang berjudul "Sangat Tergores"
0 comments:
Post a Comment
Hey! Somebody comment!