Saturday 24 February 2018

Sebelum Berperang

Terlahir menjadi anak sulung dituntut harus mandiri, kuat dan bisa memberikan contoh yang baik untuk adik-adiknya. Aku adalah anak pertama dari tiga bersaudara yang berasal dari keluarga berkecukupan. Usiaku 22 tahun. Kisahku bermula dari awal aku masuk kuliah, mengalami masa sulit ditengah perkuliahan, masalah pertemanan hingga masa yang paling menakutkan diakhir kuliah. Aku yakin, bagi yang sudah pernah duduk dibangku kuliah pasti pernah merasakan hal yang sama seperti diriku, dan untuk yang akan kuliah atau belum pernah kuliah, kisah ini dapat dijadikan pelajaran serta motivasi bagi pembaca.
Pada tahun 2013, aku mulai memasuki bangku kuliah program S1 di Perguruan Tinggi Swasta Islam, Jakarta Selatan. Jurusan yang kuambil adalah Ilmu Gizi, karena aku memang sangat minat dibidang tersebut dari SMA. Sebelumnya, aku sempat daftar disalah satu Perguruan Tinggi Negeri di Bogor dan Purwokerto melalui jalur seleksi online, tetapi gagal dan hal itu tidak membuatku berkecil hati, karena kesempatan untuk menuntut ilmu ada dimana saja.
Tahun 2013 berlalu, bulan Januari tahun 2014 aku melaksanakan ujian akhir semester satu, dan Alhamdulillah nilaiku bagus-bagus, apalagi untuk mata kuliah Ilmu Gizi Dasar. Aku mendapatkan nilai terbaik satu angkatan. Itu adalah suatu hal yang mengejutkan, dan dosen mata kuliah tersebut menghadiahiku sebuah buku Gizi Daur dalam Kehidupan karya Sunita Almatsier, aku sangat senang sekali. Indeks Prestasi (IP) yang kudapat pada saat semester satu dan dua cukup memuaskan yaitu 3,41. Aku bertekad untuk meningkatkannya lagi pada semester berikutnya.
Saat memasuki semester tiga, aku berpartisipasi dalam acara Latihan Kepemimpinan Tingkat Dasar sebagai panitia konsumsi. Acara tersebut, diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Gizi (HIMA Gizi). Kegiatan itu dilaksanakan selama tiga hari dua malam pada bulan November akhir, tahun 2014 di Mega Mendung, Bogor. Di sini, aku mendapatkan pengalaman buruk yang tidak pernah kuduga sebelumnya. Aku bekerja sama dengan lima orang panitia konsumsi, dan ketuanya adalah Kia. Dia teman dekatku di kampus saat itu. Jujur, aku merasa seperti tidak dianggap dalam kelompok tersebut, entah karena tidak unggul atau mengapa. Aku pernah memberikan saran kepada Kia mengenai makanan selingan yang akan diberikan kepada peserta, tetapi dia menjawabnya dengan membentak.

Kisah ini adalah nyata, yang penulis alami sendiri. Berikut ada sekuelnya yang berjudul "Sangat Tergores"

0 comments:

Post a Comment

Hey! Somebody comment!

By :
Free Blog Templates