Saturday 24 February 2018

Semua yang Kutanam telah Kutuai

Selesai melaksanakan tugas praktik di Rumah Sakit, ada tugas skripsi yang siap menanti. Aku melaksanakan penelitian untuk skripsi pada bulan Juli tahun 2017 dan hanya berlangsung selama dua minggu. Setelah penelitian, aku segera diskusi dengan dosen pembimbing mengenai hasil penelitianku dan menyusun pembahasan hingga selesai. Sungguh tidak menyangka, aku bisa ikut sidang skripsi gelombang pertama. Tentunya, dengan segala pengorbanan yaitu ketiduran di kereta dan bus karena selalu tidur larut malam, sakit badan serta stress dikejar waktu. Sungguh, ingin mencapai suatu kesuksesan itu memang harus sakit dulu.
***
Tepat pada tanggal 29 Agustus 2017, aku sidang skripsi pukul sepuluh pagi. Dosen yang menilaiku ada tiga, pembimbing I, penguji I dan penguji II. Semua berjalan lancar. Aku dapat menjawab semua pertanyaan dengan tenang dan yakin sehingga dosen tidak menanyakan hal yang macam-macam. Aku dinyatakan lulus pada hari itu juga, tapi ada banyak revisi dari penguji. Tidak apa-apa, yang penting aku sudah lega karena sudah sidang. Pada saat revisi skripsi, aku wajib konsultasi dengan ketiga dosen tersebut dan dosen pembimbing II. Jadi aku harus mendapatkan tanda tangan empat dosen sebagai bukti bahwa revisi skripsiku telah disetujui.

Revisi yang kukerjakan juga tidak langsung disetujui dosen. Ditengah perjalanan revisi, mereka menambah-nambahkan sesuatu yang tidak didiskusikan pada saat sidang. Aku sangat lelah, harus merubah banyak skripsiku sampai lebih dari sebulan. Namun, tidak ada suatu perjuangan yang sia-sia. Meskipun nilai skripsiku tidak sebagus nilai praktik di Rumah Sakit, aku bersyukur nilai IP-ku semester delapan masih bagus. Tetapi, nilai rata-rata IP semester atau Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang aku raih tidak cumlaude atau diatas 3,50. Meski begitu, aku bersyukur IPK-ku bisa bertahan diatas 3,00 dan orang tuaku sama sekali tidak mempermasalahkan IPK-ku yang tidak cumlaude itu karena mereka tahu betul perjuanganku selama kuliah. Itu memang benar adanya, aku selalu sungguh-sungguh belajar dan tidak pernah main-main.

Seperti itulah kisah dari awal perkuliahan hingga lulus. Cukup berat hati ini selama itu karena harus perang melawan batin, karena segala permasalahan yang kuhadapi saat itu. Mungkin bagi kamu yang memiliki masalah yang lebih berat dariku, akan berpikir ini belum ada apa - apanya. Tapi, sungguh ... Aku lega sudah melewati fase-fase dimana mentalku diasah sedemikian rupa untuk menjadikanku lebih baik lagi.
Aku jadi teringat dengan suatu pepatah.. siapa yang akan menanam, dia yang akan menuai. Aku menanam proses .. proses yang tidak mudah. Menghadapi rintangan, melawan emosi, menghargai teman .. Hasilnya sudah kutuai sendiri. Nilai yang cukup baik, emosi yang bisa kukontrol, ketika ingin marah karena lelah aku masih tetap bisa menahan dan tidak memasukkan kedalam hati. Aku juga akhirnya bisa perlahan menghargai pendapat teman.
Semoga kisah ini bisa jadi pembelajaran untuk pembaca serta pasti banyak hikmah yang dapat dipetik juga dari sini.  

0 comments:

Post a Comment

Hey! Somebody comment!

By :
Free Blog Templates